JAKARTA, Cobisnis.com – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memerintahkan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia (Bareskrim Polri) untuk melanjutkan penyidikan kasus penipuan dan penggelapan yang disangkakan kepada Soemarli Lie, mantan Direktur PT Alam Permai Makmur Raya (APMR) karena telah cukup bukti.
“Telah cukup alat bukti, karena itu Bareskrim Polri harus segera melanjutkan penyidikan kasus ini dan melimpahkannya ke Kejaksaan,” ujar Giandiera Savero, SH, MH, kuasa hukum PT APMR dari Virangga & Partner, di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Pernyataan Giandiera tersebut didasarkan pada putusan PN Jakarta Selatan. Pada sidang yang digelar Senin (8/7/2024) lalu, PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan PT APMR untuk kasus penipuan dan penggelapan yang dilakukan Soemarli Lie, eks direktur perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit tersebut. Permohonan praperadilan diajukan lantaran Bareskrim Polri menghentikan penyidikan kasus tersebut.
Sebagai informasi, Soemarli alias Soemarli Lie, warga Jalan Sutomo Nomor 301-121 Medan, Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota, sebelumnya sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) yang dikeluarkan Bareskrim Polri. Status DPO tersebut dikeluarkan Bareskrim Polri terkait kasus penggelapan dalam jabatan dan pidana pencucian uang yang dilakukan Soemarli Lie.
Kasus ini bermula dari peristiwa yang terjadi pada 4 Mei 2015. Saat itu, Soemarli Lie yang masih menjabat sebagai Direktur di PT APMR memerintahkan stafnya untuk membuat bukti pengeluaran modal kerja. Namun, dana yang dimaksud tidak pernah ditransferkan ke kebun di Kalimantan Timur untuk kepentingan PT APMR. Dana tersebut justru dicairkan melalui cek senilai Rp 2 miliar yang diambil tunai dari Bank Permata. Setelah itu, uang Rp 2 miliar tersebut ditukarkan di money changer menjadi SGD 200.000, dan oleh staf diberikan kepada Soemarli Lie.
Setelah itu, pada Desember 2015, Soemarli Lie berhenti dari jabatannya sebagai direktur di PT APMR. Uang tersebut tidak pernah dikembalikan ke kas PT APMR.
“Dia sudah diundang, sudah disomasi, tapi tidak dikembalikan uangnya!,” tegas pengacara Nadim Isaad SH MH, juga dari Virangga & Partner .
Karena itu, pada 30 Oktober 2018, PT APMR membuat laporan polisi atas dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Soemarli Lie. Bareskrim Polri kemudian menyidik kasus ini, menjadikan Soemarli Lie sebagai tersangka dan berstatus dalam DPO. Bahkan, Bareskrim Polri juga sudah mengeluarkan red notice.
“Tapi sayangnya, polisi menghentikan penyidikan kasus ini pada 5 November 2019 karena dianggap tidak cukup bukti,” kata Giandiera.
Namun, penghentian kasus ini tidak berumur panjang. Tiga tahun kemudian, PN Jakarta menetapkan bahwa penghentian penyidikan pada 2019 tidak sah. Penetapan itu dibacakan hakim dalam persidangan Nomor 65/PID.RA/2023/PN.JKT.SEL tanggal 2 Agustus 2023. Isi penetapan itu, memerintahkan kepada Dittipideksus Bareskrim Polri untuk melanjutkan penyidikan karena sudah terdapat dua alat bukti yang cukup.
Alat bukti yang ditunjukkan dalam persidangan berupa dokumen Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT APMR tahun buku 2015, RUPS PT APMR tahun buku 2017, dan RUPS PT APMR tahun buku 2018. Dalam tiga kali RUPS tersebut, dinyatakan bahwa stakeholder PT APMR belum menyetujui pembebasan tanggung jawab keuangan Soemarli terkait dana sebesar Rp 2 miliar.
“Namun lagi-lagi, meskipun hakim praperadilan menyatakan dua alat bukti sudah cukup, tetapi polisi menghentikan lagi penyidikan tersebut pada 30 Oktober 2023,”ungkap Nadim Isaad.
Penghentian penyidikan tersebut, kata Nadim Isaad, bertolak belakang dengan azas res judicata pro veritate habetur, yang artinya putusan hakim harus dianggap benar, seperti yang diungkapkan oleh ahli Dr Artha Febriansyah, SH, MH. Ahli lain yang dihadirkan dalam persidangan, Putu Samawati SH, MH, menegaskan bahwa tugas pokok Direksi berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas, adalah melakukan pengurusan dalam perseroan tersebut dan wajib melaporkan pertanggungjawabannya melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
“Jika tidak melaporkan, berarti ada masalah. Dan jika menimbulkan kerugian bagi perseroan, maka menjadi ranah hukum pidana,” demikian pendapat ahli dalam persidangan seperti dikatakan Nadim Isaad.
Setelah Bareskrim Polri menghentikan penyidikan kasus tersebut pada 30 Oktober 2023, PT APMR kembali mengajukan permohonan praperadilan.
“Kami mengajukan praperadilan untuk, pertama, mengabulkan permohonan pra peradilan dari pemohon (PT APMR),” kata Giandiera Savero.
Permohonan yang kedua, lanjut Giandiera, yaitu menyatakan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S.Tap/262.a/X/RES.2.4/2023/Dittipideksus tanggal 30 Oktober 2023 tentang penghentian penyidikan yang diterbitkan Termohon adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat.
Adapun, dalam permohonan ketiga, pemohon meminta agar PN Jakarta Selatan memerintahkan termohon untuk melanjutkan penyidikan perkara sebagaimana Laporan Polisi Nomor LP/B/1391/ Tertanggal 30 Oktober 2018 atas nama terlapor Soemarli Lie serta segera melimpahkan ke Kejaksaan yang berwenang sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan, permohonan keempat, membebankan biaya perkara yang timbul dalam perkara ini kepada termohon atau pun nihil.
Pada sidang putusan Senin (8/7/2024), PN Jakarta Selatan kembali mengabulkan seluruh permohonan PT APMR. Berdasarkan putusan praperadilan tersebut, hakim menyatakan bahwa Bareskrim Polri harus melanjutkan penyidikan yang sebelumnya dihentikan pada 5 Nov 2019 silam.
Dengan adanya putusan tersebut, PT APMR melalui tim kuasa hukumnya berharap penyidik segera melimpahkan kasus Soemarli Lie ke kejaksaan agar yang bersangkutan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Akhirnya Soemarli Lie harus mempertanggungjawabkan tindakan penggelapan uang perusahaan PT APMR yang sudah dilakukan karena penyidikan sebelumnya selalu dihentikan dan belum diadili,” tegas Nadim Isaad.