JAKARTA, Cobisnis.com – Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor properti selalu melampaui PDB nasional. Bahkan di saat perekonomian nasional tergerus 2,1 persen tahun lalu, sektor properti justru tumbuh positif 2,3 persen. Tahun 2020, nilai ekonomi sektor properti mencapai Rp324,3 triliun atau 3,02 persen dari total perekonomian nasional.
M. Gali Ade Novran, pengamat properti dari Epic Properti mengatakan, nilai ekonomi sektor properti yang mencapai Rp324,3 triliun ini, menjadi catatan kontribusi sektor properti tertinggi terhadap perekonomian nasional, setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Pencapaian itu sekaligus merupakan catatan sejarah baru untuk sektor properti.
Dia menjelaskan, walau sempat menurun pada awal hingga pertengahan tahun 2020, tren penjualan rumah untuk tipe kecil, menengah dan besar di Indonesia meningkat pada akhir 2020. Tren positif ini bahkan terus berlanjut hingga tahun 2021.
Produk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) masih menjadi unggulan pilihan konsumen dalam mendapatkan rumah idaman. Fleksibilas masa tenor dan pembayaran uang muka 10 persen saja, menjadikan produk ini banyak diminati konsumen. Sumber pembiayaan KPR mencapai 75.08 % di triwulan II 2021, pertumbuhan KPR secara yoy di kuartal II 2021 mencapai 7,24%.
“Jadi cukup menarik, di saat penyaluran kredit lainnya dari perbankan sedang menurun, tetapi KPR itu justru meningkat, ini sebenarnya indikasi bahwa industri properti trennya sedang meningkat,” ujar M. Gali Ade Novran dalam webinar WEBINAR URBAN FORUM BANKING & PROPERTY OUTLOOK 2022 “Lokomotif Pemulihan Ekonomi Pascapandemi,” Kamis (28/10/2021).
Prediski moncernya sektor properti di tahun 2022 juga diutarakan Head of Non Branch Channel PT CIMB Niaga Tbk, Heintje F. Mogi. Menurutnya, penjualan properti memang mengalami tekanan di awal pandemi Covid-19, namun setelah itu trend penjualan properti cenderung mengalami peningkatan.
“Saya sangat optimis dengan kondisi sekarang ini karena tahun 2020 kemarin CIMB sendiri untuk KPR nya tetap tumbuh sampai dengan 6,7 % hingga akhir tahun, saya selalu mengajak teman-teman REI, RB untuk selalu berdiskusi dan menyelenggarakan webinar sesering mungkin, supaya pasar ini bergerak, kenapa kita harus begini, siapa lagi pelaku pasar kalo bukan kita yang menggerakkan pasar. Saya sangat optimis akan membaik,” ujarnya.
Dia juga menyoroti transaksi di CIMB yang bergeser ke ranah digital selama pandemi, tidak tanggung tanggug di tahun 2020, kontribusi transaksi digital (branchless transaction) mencapai 96%. Karena itu dirinya melihat dua sampai lima tahun ke depan, penjualan properti harus ditunjang dengan teknologi digital.
Sementara Direktur Marketing Diamond Land Development Tony Hartono mengatakan, meski ditekan pademi Covid-19 tahun 2020 sektor properti masih jadi primadona terutama untuk segmen landed house dan low rise apartment.
“Karena segmen high rise saat ini demand-nya tertekan, kami memfokuskan pembangunan pada segmen middel rise dengan konsep Eropa di tengah Jakarta yang sudah ada di tiga lokasi seperti di TB Simatupang, Lebak Bulus dan Pejaten,” katanya.
Proyek ini, tambah Tony, mendapat animo cukup besar dari masyarakat, setelah louncing tahun 2020, kini sudah ada NUP 260 dari 400 unit yang tersedia.
Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (HIMPERRA) Endang Kawidjaja mengapresiasi kebijakan pengembangan Perumahan Rakyat oleh pemerintah. Menurutnya, ada niat yang kuat dari pemerintah untuk membangun perumahan rakyat sejak era Rumah Sederhana (RS) hingga MBR.
“Keinginan itu bisa kita lihat dengan adanya berbagai skema pembiayaan seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan uang muka 1%,” ujarnya.
Di sisi lain, Chairman PT Sri Pertiwi Sejati (SPS) Group, Asmat Amin mengatakan, potensi pertumbuhan itu sebenarnya masih besar, bahkan dia mengkritisi pengaruh sektor properti pada GDP nasional yang dinilainya masih terlalu rendah dibanding negara lain. Padahal kebutuhan akan rumah di Indonesia (backlog) mencapai 11 juta dan kebutuhan rumah pertahun mencapai 800 sd 1 juta saja.
“Di Indonesia efek dari industri properti terhadap GDP nasional hanya 2 sampai 2,5 %, jauh dibanding negara lain yang mencapai 20 sd 30 %,” ujarnya.
Amin mengatakan, sudah seharusnya sektor properti menjadi penggerak ekonomi nasional. Karena ada 170 industri terkait dengan sektor poperti.
Direktur Pembiayaan PT Sarana Multi Finansial (SMF) Herliantopo mengungkapkan, SMF bergerak di bidang pembiayaan sekunder perumahan melalui penyediaan dana jangka panjang untuk mendukung sektor perumahan. SMF Tidak terbatas pada BUMN, tapi SMF berkolaborasi dengan seluruh Lembaga pembiayaan untuk mengalokasikan dana pembiayaan perumahan.
Hingga saat ini menurut Herliana. SMF sudah mengucurkan kredit 61 trilyun, dengan potensi dan inovasi yang dilakukan pengembang, pihaknya optimis pada tahun 2022 akan lebih meningkat lagi. “kuncinya kami akan banyak membuka ruang untuk berkolaborasi dengan lembaga pembiayaan,” pungkasnya.