Cobisnis.com – Pemerintah Uni Eropa resmi menghentikan penyelidikan anti-subsidi terhadap hot rolled stainless steel (HRSS) Indonesia. Keputusan ini ditetapkan pada 6 November 2020 dan diumumkan secara resmi di situs web Pemerintah Uni Eropa pada 9 November 2020.
Dengan demikian, produk HRSS Indonesia lolos dari ancaman tindakan anti-subsidi Uni Eropa. Keputusan ini dibuat setelah Asosiasi Industri Baja Uni Eropa (EUROFER) mencabut
permohonannya pada 18 September 2020 lalu.
“Indonesia menyambut baik keputusan Uni Eropa untuk membatalkan penyelidikan karena dari awal kami meyakini bahwa produk Indonesia selalu bersaing secara adil di pasar Eropa,” kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam siaran pers, Selasa (17 November 2020).
Sebagai informasi, tren peningkatan ekspor produk HRSS Indonesia tidak hanya terjadi ke Uni Eropa, melainkan juga ke seluruh penjuru dunia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk HRSS Indonesia ke seluruh dunia pada 2019 mencapai USD 2,6 miliar.
Sebelumnya pada 2018 dan 2017 ekspor ke seluruh dunia hanya mencatatkan nilai masing-masing sebesar USD 2 miliar dan USD 483 juta.
Menurut Mendag Agus, peningkatan ekspor produk HRSS ini sekaligus menunjukkan potensi Indonesia sebagai salah satu eksportir utama HRSS di dunia saat ini.
“Indonesia tumbuh menjadi salah satu pemain utama dunia karena tingginya nilai kompetitif produk, baik dari segi kualitas maupun harga,” jelas Mendag.
Tidak Terbukti
HRSS merupakan produk baja yang dihasilkan dari penggilingan baja nirkarat dalam keadaan panas. Ekspor produk HRSS Indonesia ke Uni Eropa dimulai pada 2018 dengan nilai USD 99,3 juta.
Pada 2019, nilai ekspornya meningkat menjadi USD 100,5 juta. Kemudian Oktober 2019, Uni Eropa secara resmi memulai penyelidikan anti-subsidi terhadap produk HRSS asal Indonesia berdasarkan permohonan EUROFER.
Uni Eropa menuduh pemerintah Indonesia memberikan insentif atau bantuan finansial bagi produsen melalui serangkaian kebijakan larangan atau pembatasan ekspor bahan baku mineral, yaitu bijih nikel, batu bara, dan scrap logam, sehingga menekan harga bahan baku tersebut di Indonesia.
Uni Eropa juga menduga adanya dukungan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah China terhadap pembangunan kawasan industri di Morowali serta industri mineral dan logam di lokasi tersebut melalui kerja sama ekonomi bilateral Indonesia-China.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, Pradnyawati, menyatakan pemerintah aktif melakukan pembelaan sekaligus menyampaikan klarifikasi secara tertulis kepada Uni Eropa atas kebijakan pemerintah Indonesia yang dituduh sebagai subsidi.
“Tanpa diduga, pembatalan penyelidikan justru datang dari pihak EUROFER yang menarik sendiri petisi mereka. Kami sangat yakin, baik EUROFER maupun Uni Eropa tidak menemukan unsur subsidi pada keseluruhan klaim mereka hingga akhirnya EUROFER menarik tuduhan tersebut,” ungkap Pradnyawati.