Cobisnis.com – Dalam paparan perseroan di Public Expose LIVE 2020, pekan lalu, sampai dengan 24 Agustus 2020, PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk (BBNI) telah menyalurkan kredit senilai Rp12,03 triliun, atau setara dengan leverage sebesar 2,4 kali dari dana yang ditempatkan pemerintah senilai Rp5 triliun.
“Mayoritas dana tersebut disalurkan ke sektor usaha kecil, yakni senilai Rp6,95 triliun atau 57,8% dari kredit yang dikucurkan dalam rangka PEN. Kredit yang terkucur di sektor kecil terutama mengalir ke sektor perdagangan, pertanian, dan sektor jasa. BNI memonitor dengan ketat pengucuran kredit PEN ini, untuk memastikan kualitas kredit tersebut,” jelas Roekma Hariadji VP Investor Relation perseroan dalam Public Expose LIVE 2020, Jumat (28/8/2020).
Upaya yang dilakukan BNI sejatinya dilakukan meski di tengah pandemi agar terus aktif menyalurkan kredit beriringan dengan program-program pemerintah, antara lain PEN. Pertumbuhan kinerja BNI sepanjang semester I-2020 dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Tidak hanya itu, BNI kembali ditunjuk pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), untuk menyalurkan Bantuan Presiden (Banpres) Produktif bagi pelaku usaha mikro. BNI dipercaya oleh Kementerian Koperasi dan UKM untuk menyalurkan Bantuan Presiden Produktif bagi pelaku usaha mikro sebesar Rp2,4 juta per orang.
Selanjutnya, untuk tahap pertama, Kementerian Koperasi dan UKM, bekerja sama dengan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM sebagai lembaga pengusul, menetapkan 316 ribu lebih penerima bantuan pelaku usaha mikro yang disalurkan melalui BNI.
BNI dipilih menjadi bank penyalur karena mampu menyediakan sistem penyaluran yang terintegrasi dengan baik, dari pembukaan rekening secara kolektif sampai tahap monitoring pencairan.
“BNI terus berupaya menjadi gerbang pembiayaan perdagangan dan investasi internasional (trade finance and investment gateaway) yang terdepan, dengan menyediakan pendanaan internasional,” pungkasnya.
Dengan demikian, melalui upaya-upaya tersebut segmen bisnis internasional tercatat tumbuh impresif, meski di tengah pandemi, dengan pertumbuhan sebesar 17,1% (yoy), menjadi Rp2,2 triliun, dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,81 triliun.
“Kantor cabang di luar negeri membukukan lonjakan laba sebelum pajak sebesar 77,2% menjadi Rp907,4 miliar, didukung fee base income yang melesat 34% dan pembiayaan atau kredit internasional yang mencapai Rp62,45 triliun. Hal ini semakin memperkuat kinerja kredit BNI sepanjang semester pertama tahun ini,” ungkap Roekma.
Untuk penyaluran kredit BNI tersebut ditopang oleh kinerja penghimpunan DPK. BNI membukukan likuiditas yang cukup, guna mendanai ekspansi. Pada paruh pertama tahun 2020, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp662,38 triliun, atau tumbuh 11,3% secara tahunan (year on year/yoy), dari Rp595,07 triliun pada paruh pertama tahun 2019.
“Pertumbuhan DPK tersebut lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan DPK di industri per Juni 2020 yang tumbuh 7,95% yoy. Hal ini menunjukkan bahwa BNI masih memiliki kelonggaran likuiditas, yang terkonfirmasi dari rasio kredit terhadap DPK (loan to deposito ratio/LDR) yang berada di level 87,8%. Demikian juga dengan rasio kecukupan likuditas (liquidity coverage ratio/LCR) sebesar 189%, atau terus membaik dari posisi akhir tahun 2019 yang sebesar 182%,” jelas Roekma.
Sekadar informasi, limpahan likuiditas tersebut memungkinkan BNI untuk terus melakukan ekspansi kredit. Pada saat perekonomian terkontraksi 5,23% yoy sepanjang Semester Pertama Tahun 2020 karena dampak pandemi Covid-19, BNI tetap menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik, dengan pertumbuhan yang selektif dan terukur.