JAKARTA, Cobisnis.com – Pemerintah Arab Saudi resmi bergabung dengan BRICS pada 2 Januari 2024. Hal ini menambah keanggotaan BRICS menjadi 10 negara, termasuk Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Bergabungnya Arab Saudi ke BRICS merupakan langkah penting dalam upaya mengurangi ketergantungan dunia terhadap dolar AS. Arab Saudi adalah produsen minyak terbesar kedua di dunia, dan negara ini memiliki cadangan devisa yang besar dalam bentuk dolar AS.
Analis Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer menilai, langkah Arab Saudi untuk bergabung dengan BRICS merupakan sinyal kuat bahwa negara-negara dunia semakin berupaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.
“Tahun 2024 ini, dedolarisasi semakin terlihat karena banyak negara yang menginginkan bergabung bersama BRICS,” kata Andrew.
Andrew menjelaskan bahwa dolar AS berpotensi digantikan karena melihat keanggotaan BRICS yang terdiri dari negara-negara dengan jumlah penduduk yang besar. China dan India saja sudah mencakup jumlah penduduk terbanyak di dunia.
“Populasi masyarakat kedua negara tersebut meningkatkan kemungkinan lebih banyak orang menggunakan mata uang BRICS,” imbuhnya.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong memandang bahwa implikasi Arab Saudi beserta negara lainnya bergabung ke BRICS utamanya adalah bertujuan pada ekonomi, politik, keamanan, dan sumber daya energi. Namun, kemungkinan besar juga untuk menuju kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam transaksi.
Lukman menyebutkan, langkah dedolarisasi akan menurunkan ketergantungan dan penggunaan dolar AS serta cadangan devisa. Namun, prosesnya diperkirakan akan bertahap karena dolar AS masih menguasai transaksi nilai tukar sekitar 85-90% dan sekitar 58% dalam cadangan devisa global.
Walaupun demikian, Lukman bilang, penguatan mata uang bukanlah tujuan utama suatu negara. Faktor dedolarisasi saja tidak akan serta merta menguatkan ataupun melemahkan suatu mata uang.
Andrew memandang bahwa posisi dolar AS memang lebih banyak dibayangi sentimen negatif pada tahun 2024. Perlambatan ekonomi Amerika Serikat ditunjukkan dengan tanda-tanda dari dampak shutdown goverment ataupun sentimen gagal bayar utang pada tahun lalu.
Pemerintah AS sendiri tampaknya bakal berupaya untuk menahan penguatan dolar AS, salah satunya dengan pemangkasan suku bunga di Maret 2024. Sebab, efek suku bunga tinggi kemungkinan bakal dirasakan tahun ini yang bisa meningkatkan potensi resesi.
“Apabila Amerika tidak berhasil menekan dolar, maka akan ada ledakan parah di tahun-tahun mendatang,” jelas Andrew.
Menurut Andrew, Chinese Yuan (CNY) yang berpotensi menjadi pengganti dari dominasi dolar AS selama ini. Terlepas dari belum adanya pengumuman dari BRICS terkait penggunaan mata uang baru atau memanfaatkan mata uang dari anggota BRICS.
Oleh karena itu, Andrew menilai adanya prospek kenaikan bagi mata uang rival dolar AS (USD) seperti CNY ataupun Japanese Yen (JPY) untuk mata uang kawasan Asia ataupun British Pound (GBP) dan Euro (EUR) untuk kawasan Eropa. Hal itu seiring potensi negara-negara anggota BRICS bakal lebih aktif di tahun 2024.
Kalau Lukman melihat mata uang Asia sebagai alternatif dolar AS ke depannya adalah CNY dan Singapore Dolar (SGD). Namun perlu dicatat bahwa kebijakan bank sentral dan pemerintah negara masing-masing lebih menentukan nilai tukar, ketimbang faktor dedolarisasi yang melemahkan posisi dolar AS.
Posisi USD/CNY diproyeksi dapat bergerak dalam kisaran level 6,8-7,0 per dolar AS di tahun 2024. Sedangkan, USD/SGD diperkirakan dapat menuju level harga 1,300 di tahun 2024.
Prospek penguatan CNY dinilai karena China sebagai eksportir yang permintaan produk mereka sangat tergantung pada nilai tukar. Sementara itu, Singapura didukung kebijakan manage float yang bisa menjaga nilai tukar pada rentang tertentu karena sangat bergantung pada ekspor dan impor.
Perubahan yang Diperlukan
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, negara-negara anggota BRICS perlu melakukan beberapa perubahan, antara lain:
Meningkatkan perdagangan antaranggota BRICS.
Meningkatkan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan.
Membangun cadangan devisa dalam bentuk mata uang lokal.
Perubahan-perubahan tersebut membutuhkan waktu dan kerja sama yang erat antaranggota BRICS. Namun, jika perubahan tersebut berhasil dilakukan, maka hal ini akan menjadi langkah penting dalam upaya mengurangi ketergantungan dunia terhadap dolar AS.









