JAKARTA, Cobisnis.com – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita siap memfasilitasi pencocokan bisnis (business matching) untuk menyesuaikan kebutuhan komponen-komponen yang diperlukan Apple di Indonesia.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan bahwa pencocokan bisnis lebih cepat untuk dilakukan jika dibandingkan dengan opsi pembangunan pabrik manufaktur gawai Apple di Indonesia.
“Kemenperin akan melakukan proses ‘business matching’. Kami sudah punya listnya terhadap komponen-komponen apa saja, komponen-komponen HP ‘cellphone’ yang sudah diproduksi di Indonesia yang mungkin bisa kita kawinkan, namanya ‘business matching’,” kata Menperin, Rabu 17 April.
Menperin menyampaikan bahwa Presiden menginginkan perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat tersebut bisa memperluas bisnisnya di Indonesia.
Presiden menginginkan Apple bisa membangun pabrik di Indonesia, selain investasi yang sudah ada dan berjalan sekarang, yakni pengembangan talenta digital melalui Apple Academy.
Pemerintah Indonesia dan pihak Apple pun sudah sepakat pembangunan manufaktur diperlukan agar Indonesia menjadi pemain dari rantai pasok Apple di dunia.
Agus menjelaskan bahwa selain membangun pabrik, pencocokan bisnis dapat dilakukan karena Apple dapat memanfaatkan komponen-komponen, seperti baterai, kabel dan lain-lain yang sudah diproduksi di Indonesia.
“Jadi ada dua (opsi) kalau bicara manufacturing, mulai pabrik sendiri atau gunakan yang diproduksi di Indonesia dengan berbagai penyesuaian spesifikasinya,” kata Agus.
Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memaparkan bahwa dari 360 komponen yang dibutuhkan dalam memproduksi produk Apple, hanya 2 komponen yang tersedia di Indonesia.
“Jadi 360 komponen itu hanya dua dari Indonesia, dibanding Vietnam (memiliki) 72 (komponen). Pak Presiden juga minta Tim Cook kalau bisa lebih banyak lagi komponen dari Apple ini dibuat di Indonesia,” kata Budi Arie.
Di sisi lain, proses agar Indonesia menjadi pemasok produk Apple memerlukan waktu yang tidak sebentar, seperti Vietnam yang menjadi salah satu “benchmark” selama 20 tahun, sedangkan China sudah berjalan 30 tahun.