JAKARTA, Cobisnis.com – Industri kelapa sawit nasional telah berkontribusi mengentaskan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja untuk lebih dari 16 juta tenaga kerja dan merupakan kontribusi terbesar ekspor non migas dengan menyumbang 15,6% dari total ekspor non migas tahun 2020, sehingga kelapa sawit telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional dan menjadi primadona komoditas sektor industri ekspor.
Terkait pencapaian Sustainable Development Goals, peranan minyak sawit dalam mencapai target yang telah disepakati secara global, antara lain sebagai sumber energi bersih dan terbarukan yang mendukung ketahanan energi nasional, penyediaan bahan makanan, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, serta pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi.
Hasil rekonsiliasi luas tutupan kelapa sawit nasional yang dikoordinasikan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tahun 2019 telah mengidentifikasi seluas 16,38 juta ha, dengan distribusi luas Perkebunan Rakyat (baik swadaya maupun kemitraan) sebesar 6,72 juta ha (41%), Perkebunan Besar Negara sebesar 0,98 juta ha (6%), dan Perkebunan Besar Swasta sebesar 8,68 juta ha (53%).
Para ahli juga telah memproyeksikan sampai dengan tahun 2030 distribusi luas tutupan kelapa sawit akan didominasi oleh Perkebunan Rakyat mencapai 60%, Perkebunan Besar Swasta sebesar 36%, dan Perkebunan Besar Negara sebesar 4%.
Data-data di atas menunjukan bahwa peranan Perkebunan Rakyat memiliki kontribusi yang signifikan dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Sebagai negara produsen terbesar yang menguasai sekitar 55% pangsa pasar minyak sawit dunia, serta memanfaatkan tidak lebih dari 10% dari total global land bank for vegetable oil, Indonesia mampu menghasilkan 40% dari total minyak nabati dunia.
“Keunggulan kelapa sawit dibanding komoditi pesaing minyak nabati lainnya adalah mempunyai produktivitas yang lebih tinggi, sehingga luas lahan yang digunakan untuk memproduksi minyak sawit lebih sedikit,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya pada webinar dengan tema “Perkuat Kemitraan Petani Sawit dengan Pola Terkini untuk Masa Depan Sawit Indonesia Berkelanjutan”.
Untuk menghasilkan 1 ton minyak sawit hanya membutuhkan lahan 0,3 ha, sementara rapeseed oil butuh lahan seluas 1,3 ha, sunflower oil seluas 1,5 ha dan soybean oil seluas 2,2 ha.
“Industri ini sangat strategis. Kami berharap semua komponen masyarakat termasuk juga Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR – Indonesia terus mengembangkan dan menjaga sustainability industri ini,” tutur Airlangga.
Pemerintah juga tetap berkomitmen untuk melakukan peremajaan (replanting) sebanyak 540.000 ribu hektar kebun kelapa sawit milik petani sampai dengan tahun 2024.
Tantangan yang dihadapi minyak sawit Indonesia dalam kompetisi perdagangan minyak nabati dunia saat ini semakin kompleks. Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO) diharapkan dapat menjadi hal yang bisa diterima secara global.
Di samping itu, pengembangan pola-pola kemitraan perlu dilakukan guna menjawab tantangan dan tentunya untuk memperkuat supply chain, serta agar petani kebun juga mendapatkan fasilitas terutama untuk meningkatkan produktivitas sekaligus bisa mendapatkan pembiayaan.