JAKARTA, Cobisnis.com – PT Askrindo mencatat kinerja keuangan yang baik dengan menunjukkan kencederungan kenaikan hasil usaha (Earning Before Tax) di tahun 2021 dibandingkan tahun sebelumnya 2020 dan tahun 2019. EBT pada tahun 2019 tercatat sebesar Rp 134 Miliar dan menembus Rp 1,11 triliun pada tahun 2020, sementara pada posisi akhir Triwulan III 2021 saja sudah menyentuh Rp 917miliar.
Direktur Utama Askrindo, Priyastomo, menyatakan bahwa hal ini menunjukkan
PT Askrindo, anggota holding BUMN perasuransian dan penjaminan, Indonesia Financial Group (IFG), dapat mengantisipasi gejolak dinamika dunia usaha dan makro ekonomi yang terjadi selama masa pandemi covid 19. Capaian ini sekaligus menunjukkan bahwa
kegiatan operasional PT Askrindo mampu mengatasi tantangan yang dihadapi dengan strategi yang tepat, di masa kondisi new normal. Dan kinerja usaha yang baik ini dipengaruhi oleh komitmen, berbagai upaya dan continious improvement yang dilakukan manajemen dan seluruh jajaran pegawainya.
Premi Bruto dalam tiga tahun terus tumbuh positif, dari Rp5,89 triliun (2019) menjadi Rp6,42 triliun (2020) dan sampai dengan Triwulan III 2021 sudah mencapai Rp4,77triliun. Pertumbuhan premi ditopang dari kegiatan usaha bisnis KUR dan KMK PEN yang mengambil porsi 84% selama periode tersebut.
Hasil Underwriting meningkat dari Rp854 miliar (2019) menjadi Rp2,02 triliun (2020) dan sampai Triwulan III 2021 sudah mencapai Rp1,51 triliun. Hasil Underwriting yang relatif
baik ini menunjukkan upaya Manajemen dapat menjaga kualitas akseptasi dengan baik, disamping menerapkan prinsip kehati-hatian pada setiap line of businesses dan konservatif dalam menghitung pencadangan, baik cadangan premi maupun cadangan teknis.
Angka Beban Underwriting cenderung menurun dari Rp2,721 triliun (2019)
menjadi Rp1,80 triliun (2020) dan di Triwulan III 2021 sebesar Rp1,27 triliun. Menjadi kebangaan bahwa Hasil audit Laporan Keuangan Konsolidasian tahun buku 2020 dan 2019 PT Askrindo yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Tanudireja, Wibisana, Rintis, dan Rekan (PwC) mendapat predikat Wajar Tanpa Modifikasi.
Priyastomo juga mengemukakan bahwa upaya menjaga kualitas akseptasi juga diikuti dengan pengendalian dan efisiensi Biaya Operasional. Pengendalian biaya ini dapat terlihat dari menurunnya angka Beban Usaha dari semula Rp1,00 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp699 miliar di tahun 2020, dan sebesar Rp560 miliar di Triwulan III 2021.
Demikian pula dengan Beban Lain-lain terlihat turun dari Rp394 miliar (2019) menjadi Rp302 miliar pada tahun 2020, dan sebesar Rp151 miliar di Triwulan III 2021.