Cobisnis.com – Modus penipuan jenis barang seperti uang tunai, emas batangan, tas mewah, dan barang elektronik, yang mengatasnamakan Bea Cukai semakin marak.
Terkait hal tersebut, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga (Direktur KIAL) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Syarif Hidayat angkat bicara, dalam acara Temu Wartawan tentang Upaya Penipuan yang Mengatasnamakan Bea Cukai di ruang media Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa 3 Maret 2020.
“Modus penipuan pertama adalah jual beli online kiriman dalam negeri. Dalam negeri saja sudah dijadikan alasan. Padahal Bea Cukai identik dengan kiriman luar negeri. Ada foto profil WA Dirjen Bea Cukai tapi nomornya bukan nomor beliau. Rata-rata, pelaku menawarkan barang sitaan Bea Cukai, black market, tanpa pajak. Mayoritas melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram dengan harga murah,” urai Syarif.
Ia melanjutkan, setelah korban mentransfer uang, oknum pelaku lainnya menghubungi korban mengaku sebagai petugas Bea Cukai menyatakan bahwa barang yang dibeli ilegal (tidak dilengkapi PPN) dan meminta korban mentransfer uang ke rekening pelaku.
Mayoritas disertai ancaman dan akan dijemput polisi, kurungan atau denda puluhan juta rupiah apabila tidak mentransfer uang.
Modus penipuan kedua adalah lelang palsu. Pelaku menawarkan lelang barang sitaan Bea Cukai melalui beberapa saluran, seperti media sosial, whatsapp group, atau SMS berantai.
Lelang tertutup tapi resmi, calon korban diminta untuk transfer uang ke rekening pribadi yang kadang disamarkan menjadi rekening bendahara lelang.
“Kedua adalah lelang palsu. Modus lelang tertutup tapi resmi. Padahal tidak ada lelang tertutup, selalu terbuka untuk barang-barang dari Bea Cukai. Calon korban diminta untuk transfer uang ke rekening pribadi yang kadang disamarkan menjadi rekening bendahara lelang tetapi intinya adalah rekening pribadi seseorang,” jelasnya.
Modus ketiga adalah modus kiriman luar negeri biasanya melalui SMS, WA, FB, Instagram, dan media sosial lainnya dimana biasanya diawali dengan perkenalan atau membangun kepercayaan (trust) selama berbulan-bulan.
Kaum hawa diimbau untuk lebih hati-hati, karena mereka seringkali tertipu oleh modus ini karena kepercayaan yang telah dibangun oleh si pelaku penipuan dengan motif asmara dan menimbulkan kerugian paling besar.
“Biasanya ada awalannya. Korban berkenalan dengan pelaku melalui media daring utamanya FB, Insta dan medsia sosial lainnya. Mereka (pelaku) membangun trust dulu berbulan-bulan. Setelah beberapa lama, ujungnya, pelaku mengirimkan barang kepada korban biasanya berisi HP, tas, emas termasuk uang,” tambahnya.
Kemudian, oknum yang mengaku petugas Bea Cukai menyatakan, paket ditahan oleh Bea Cukai karena barangnya melebihi nilai batasan, atau harus bayar bea masuk. Korban biasanya diminta transfer sejumlah uang agar barang dapat dikirimkan ke penerima ke rekening pribadi (si pelaku). Motifnya rata-rata asmara. Rata-rata kaum hawa yang kena karena percaya sekali dengan pelaku,” terangnya.
Kemudian modus selanjutnya adalah teman ditahan karena membawa uang melebihi batas di Cengkareng.
Modusnya, biasanya korban berkenalan dengan pelaku melalui media daring. Setelah beberapa lama, pelaku menyatakan ingin mengunjungi Indonesia.
Pada saat pelaku mengaku sudah sampai di Indonesia, pelaku menghubungi korban dan menyatakan dirinya ditahan karena membawa uang yang dalam jumlah banyak dan meminta agar korban mentransfer uang agar dirinya dibebaskan.
Si pelaku biasanya berdalih jika ia berada di Jakarta, ia akan mengatakan tertahan di Bali, begitu juga sebaliknya agar tidak mudah untuk dijemput atau dipastikan keadaannya oleh si korban.
Untuk membuat korban semakin panik, pelaku mengaku dirinya disekap di ruangan tertutup sehingga tidak dapat berkomunikasi. Selain itu pelaku menyatakan bahwa petugas mengambil semua barang pribadinya untuk disita.
Modus berikutnya adalah kiriman diplomatik karena biasanya relatif tidak diperiksa oleh Bea Cukai.
Untuk meyakinkan korban, pelaku kadang membuat web tracking sendiri seolah-olah memang benar barang tertahan di Bea Cukai.
Selanjutnya, korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang agar paket tersebut dapat diteruskan ke penerima.
Tidak jarang, pelaku juga menyatakan bahwa diplomat yang diutus untuk membawa barang ditangkap oleh Bea Cukai. Hal ini bertujuan agar korban semakin panik.
Modus penipuan selanjutnya adalah jasa penyelesaian tangkapan Bea Cukai. Modus yang digunakan pelaku adalah menawarkan jasa bisa membantu menyelesaikan kasus dan mengembalikan barang yang telah disita oleh petugas Bea Cukai.
Rata-rata, foto dan nama pejabat eselon II sudah dipakai untuk menipu. Pernah juga ada kasus di Tanjung Priok, ada yang mengaku kena tipu, sudah bayar ke Bea Cukai tapi barang tidak keluar.
Kemudian, ia minta berfoto dengan petugas Bea Cukai sudah melapor. Namun, foto tersebut ia gunakan untuk menipu lagi.
Modus dari aduan masyarakat yang mengaku ditelepon Bea Cukai yang mengatakan HP yang dibelinya dari black market, kemudian akan diperas (blackmail) jika tidak membayar pajak atau bea masuk.
Pelaku biasanya menginginkan double hit yaitu dapat keuntungan dari barang dan pemerasan.
Oleh karena itu, Bea Cukai melakukan langkah-langkah pencegahan atau mitigasi dengan publikasi sosial media beacukaiRI baik di Instagram, Twitter maupun Facebook, pemberitaan media online. Kemudian, Bea Cukai juga melakukan kampanye di commuterline, juga di kereta Jatim.
Hal lain yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah penipuan ini terjadi adalah dengan mengenali rekening. Apabila terdapat rekening pribadi, maka dapat dipastikan, itu adalah penipuan.
Rekening pembayaran bea masuk dan pajak impor langsung ke rekening penerimaan negara menggunakan dokumen SSPCP (surat setoran pabean, cukai dan pajak).
Kemudian, melakukan pengecekan pada www.beacukai.go.id/barangkiriman untuk penipuan yang menggunakan modus barang kiriman.
Untuk mengkonfirmasi informasi apapun terkait hal yang mencurigakan, hubungi DJBC melalui www.facebook.com/beacukaiRI, twitter@beacukaiRI, Instagram@BeaCukaiRI, atau contact center 1500225.