Cobisnis.com – Meningkatkan daur ulang plastik dan pengelolaan sampahnya dinilai sangat penting khususnya di tengah periode pandemi Covid-19.
Penekanan tersebut datang dari Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Indonesia Plastic Recyclers (IPR) dan Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) dalam media breafing melalui aplikasi Zoom di Jakarta, Rabu 22 April 2020.
Persepsi negatif terhadap plastik sekali pakai yang ramai beredar akhir-akhir ini menunjukkan belum seimbangnya informasi tentang plastik yang beredar di tengah masyarakat. Padahal, beberapa pembuat kebijakan di luar negeri pun telah menunda pelarangan plastik sekali pakai di tengah situasi pandemi Covid-19.
Di Amerika Serikat, Negara Bagian Maine, New Hampshire, Oregon, Massachusetts, dan Kota San Fransisco di California telah menunda pelarangan dan mengarahkan retailer untuk menggunakan plastik sekali pakai dan tidak menganjurkan tas belanja guna ulang untuk mencegah penularan virus corona.
Asan Bakri, Sekretaris Jenderal IPI menyatakan, sekitar 3,5 juta pemulung anggota IPI tetap bekerja mengumpulkan sampah di tengah pandemi Covid-19. “Meskipun harganya jatuh dan hampir tidak ada yang membeli plastik yang kami kumpulkan, kami terus bekerja untuk membantu masyarakat mengumpulkan sampah dan juga menopang perekonomian kami sehari-hari,” tuturnya.
“Pelaku usaha daur ulang plastik sekarang berat membeli produk plastik yang kami kumpulkan karena terkena dampak wacana cukai dan bentuk pelarangan lainnya. Harapan kami, Pemerintah Indonesia dapat fokus ke tata kelola manajemen sampah agar tidak perlu ada pelarangan-pelarangan yang sesungguhnya tidak memberi solusi atau kepada masalah sampah di negeri ini,” papar dia.
Hal tersebut juga terjadi karena adanya perubahan dinamika di tengah masyarakat di tengah pandemi ini.
Justin Wiganda, Wakil Ketua Umum ADUPI menjelaskan bahwa kegunaan, dampak sosial, dan cara mengumpulkan plastik memang tengah berubah. “Industri daur ulang kesulitan mendapatkan bahan baku yang baik karena aktivitas di perkantoran, mall, atau restoran berkurang karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Proses pengumpulan dan transportasi juga terbatas geraknya, belum lagi harga bahan baku yang anjlok. Itu beberapa tantangan yang kami hadapi saat ini,” ungkap Justin.
Pemahaman yang benar akan manfaat plastik dan pentingnya pengelolaan sampah yang benar dirasa perlu untuk mengatasi tantangan tersebut.
Ahmad Nuzuluddin, Ketua Umum IPR menyampaikan, apabila masyarakat memahami bahwa plastik adalah bahan baku, bukan sampah, maka langkah awal pengelolaan sampah bisa mendapatkan angin segar.
“Kita tidak bisa memungkiri bahwa plastik tidak terpisahkan dari hidup manusia sekarang. Perlu dipahami bahwa plastik memang diciptakan untuk diguna ulang; bukan dibuang sembarangan,” tuturnya.
Di tengah pandemi ini, plastik terbukti bermanfaat sebagai bahan pembuatan masker, medical face shield, sarung tangan, alat pelindung diri (APD), bahkan hingga ruang perawatan pasien hingga kantong bantuan untuk donasi pandemi banyak komponennya yang terbuat dari plastik.
“Krisis Covid-19 ini juga menimbulkan pertanyaan baru: bagaimanakan pengelolaan sampah medis yang jumlahnya akan meningkat di periode ini? Ini kesempatan untuk memikirkan pengelolaan sampah, mengubah cara pandang plastik dari sampah menjadi bahan baku industri, menciptakan pasar daur ulang baru, mengurangi impor, dan mendorong terciptanya peraturan tentang daur ulang. Langkah awal memang sulit, tapi perlu dilakukan,” papar dia.
Direktur INAPLAS Edi Rivai memberikan gambaran tentang situasi Indonesia terkait permasalahan pengelolaan sampah plastik. “Industri daur ulang di Indonesia terus bertumbuh dan diharapkan bertumbuh secara holistik. Konsumsi plastik dalam negeri diperkirakan mencapai 6,5 juta ton akibat peningkatan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.
INAPLAS memperkirakan recycling rate ada di kisaran 17%. “Tentu peranan hilir sangat besar untuk dalam menciptakan ekosistem yang baik sehingga menunjukkan bahwa plastik itu setelah digunakan juga tetap punya nilai,” tuturnya.
Ke depannya, angka konsumsi akan meningkat. “Untuk itu perlu mengarahkan fokus ke arah yang tepat dan dengan cara pandang yang lebih luas yaitu pengadaan infrastruktur yang diperlukan untuk pengelolaan sampah, perilaku konsumen yang bertanggung jawab, dan cara pandang yang tidak menyalahkan material tapi mendukung adanya sistem pengelolaan sampah yang baik dengan semangat kolaborasi semua pihak,” pungkasnya.