Cobisnis.com – Pemerintah melalui UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang diperkuat dengan kebijakan phase out beberapa jenis produk dan kemasan produk sekali pakai sebagaimana diatur dalam Permen LHK Nomor P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, telah mewajibkan para produsen kemasan plastik untuk menarik kembali kemasan setelah dipakai konsumen untuk mereka daur ulang.
Peraturan ini juga berisi peran dan tanggung jawab dari produsen untuk mengurangi sampahnya sebesar 30% dalam 10 tahun, yang akan meningkatkan bahan baku industri daur ulang. Pemerintah pun memberikan dukungan dalam bentuk insentif bagi para pengusaha yang menjalankan peraturan tersebut.
Sayangnya, tidak banyak dari industri kemasan plastik yang mengindahkan peraturan itu, termasuk industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Dari 266 industri AMDK yang terdaftar di Asosiasi Perusahaan Air Kemasan (Aspadin), bisa dihitung dengan jari yang memiliki manajemen pengelolaan sampah di perusahaannya.
Bahkan, ada juga industri AMDK yang malah menunjukkan sikap tidak mau tahu dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah itu, dengan mengeluarkan produk baru yang tidak mendukung komitmen pemerintah dalam mengurangi timbulan sampah plastik.
Misalnya produk kemasan galon sekali pakai yang menuai kritik dari organisasi besar pegiat lingkungan seperti Walhi dan Greenpeace. Kedua organisasi tersebut sangat kecewa dengan perlakuan produsen yang menjual produk AMDK galon sekali pakai dengan segala bentuk kampanyenya. Mereka menilai produsen itu bukannya membantu program pemerintah untuk mengurangi masalah sampah, malah menciptakan masalah sampah baru di masyarakat.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar dalam webinar Diskusi Media “Menyelaraskan Keamanan Kemasan dengan Pelestarian Alam”, Selasa (15/9), mengatakan sebetulnya berdasarkan UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, tanpa diminta pun industri AMDK memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab atas semua sampah kemasan plastik dari produk-produk mereka.
Hanya saja, kata Novrizal, memang masih sedikit dari industri AMDK itu yang sudah memiliki manajemen pengelolaan sampah yang baik dan benar. “Padahal secara Undang-Undang, tanggung jawab itu sebetulnya sudah menjadi hirarki. Bahkan industri AMDK dirorong untuk berinovasi dan berkreatifitas untuk membuat teknologi-teknologi baru utk membuat kemasan yang ramah lingkungan dan aman saat dikonsumsi,” tukasnya.
Untuk itu, Novrizal meminta kepada seluruh industri AMDK untuk mulai membatasi kemasan-kemasan produk yang yang malah berpotensi untuk menambah timbulan sampah. “Semaksimal mungkin packagingnya harus sangat minim sehingga tidak menghasilkan sampah baru yang lebih banyak,” katanya.
Dia sangat mendukung pemakaian kemasan galon guna ulang dalam mengurangi pencemaran sampah plastik terhadap lingkungan. Karenanya dia menginginkan agar persentase penggunaan kemasan galon guna ulang ini bisa ditingkatkan lagi jumlahnya. “Saya berharap agar semaksimal mungkin industri AMDK mengarah ke posisi kemasan galon guna ulang yang semakin baik lagi,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo. Dia juga mendorong adanya peningkatan dalam penggunaan kemasan galon guna ulang. Kalau pemakaian galon sekali pakai, menurutnya, itu perlu ditangani lebih serius lagi dalam hal pencemaran lingkungan.
“Masyarakat kan masih banyak yang belum memiliki kesadaran untuk mau mengolah sampah dengan baik dan benar. Nah, begitu membeli galon sekali pakai, mereka akan membuang saja sembarangan sampahnya ke lingkungan. Ini akan berakibat cemaran lingkungan yang semakin bertambah,” tuturnya.
Dia mengungkapkan dari 100% timbulan sampah plastik di Indonesia, 69% dilakukan landfill, 24% ke laut, dan 7% didaur ulang. Karenanya, dia berharap upaya industri dalam pengelolaan sampah, bahan baku harus lebih ramah lingkungan dengan desain dan material produk.
Menurutnya, penanganan sampah plastik di Indonesia tidak akan maksimal tanpa adanya dukungan dari industri atau para produsennya, termasuk dari industri AMDK.
Dalam hal ini, kata Edy, industri AMDK harus ikut mendukung edukasi ke masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah dan dampak lingkungannya. “Industri melalui CSR-nya juga harus ikut mendukung pengembangan kelompok masyarakat pengepul sampah plastik dan mendorong pengembangan industri daur ulang plastik dan pengolahan limbah plastik,” ujarnya.
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor, Eko Hari Purnomo, mengatakan untuk mengurangi sampah plastik, penggunaan kemasan guna ulang bisa menjadi salah satu alternatif. “Pada tingkat konsumen, pembiasaaan penggunaan wadah (tumbler) air pribadi dapat berperan besar mengurangi penggunaan kemasan plastik sekali pakai pada AMDK ukuran kecil,” ujarnya.