Cobisnis.com – Bawaslu Provinsi Lampung merekomendasikan 26 (dua puluh enam) aparatur sipil negara (ASN) kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Rekomendasi tersebut berasal dari temuan Bawaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung.
“Sebanyak 26 ASN direkomendasikan Bawaslu ke KASN terkait netralitas ASN, ini berasal dari jajaran Bawaslu kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada,” ujar Ketua Bawaslu Provinsi Lampung Fatikhatul dalam siaran pers yang diterima Cobisnis.com, Jumat (16 Oktober 2020).
Pelanggaran tersebut terkait netralitas ASN selama tahapan Pilkada Serentak 2020 berjalan. Menurut Fatikhatul, jajaran Bawaslu kabupaten/kota telah melakukan langkah tepat dengan meneruskan pelanggaran netralitas ASN kepada KASN untuk diambil tindakan.
Dari 26 orang ASN yang direkomendasikan Bawaslu ke KASN, sebanyak 24 (dua puluh empat) orang ASN dikembalikan ke instansi asalnya untuk diambil tindakan, 2 (dua) diantaranya masih dalam proses oleh KASN.
Pegawai Honorer
ASN yang dimaksud Fatikhatul bukan saja pengawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, melainkan juga pegawai honorer daerah juga dapat dimaknai sebagai pegawai pemerintah.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2015 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi PNS, disebutkan bahwa penghasilan/gaji tenaga honorer bersumber dari APBD atau APBN.
“Tenaga honorer juga harus netral karena gaji mereka bersumber dari APBD atau APBN. Memang mereka bukan ASN sebagaimana undang-undang ASN, namun mereka bagian dari pekerja pemerintah,” katanya.
Fatikhatul menegaskan Bawaslu kabupaten/kota juga bisa memproses penanganan pelanggaran apabila honorer daerah tidak netral atau mendukung pasangan calon tertentu.
Dia juga meminta Bawaslu kabupaten/kota tidak ragu-ragu memproses penanganan pelanggaran netralitas pegawai honorer daerah. Sebab, di lapangan, pegawai honorer daerah lebih sering berkampanye melalui sosial media dengan memposting pendapatnya untuk mendukung calon kepala daerah tertentu.
“Honorer juga bisa diproses jika terbukti bersalah. Prosesnya justru lebih mudah, setelah dipanggil untuk klarifikasi dan terbukti tidak netral, rekomendasinya bisa diteruskan ke pemda setempat melalui Sekda kabupaten/kota untuk diambil tindakan, tidak perlu ke KASN,” pungkasnya.