JAKARTA, COBISNIS.COM – Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa dugaan keterlibatan Zarof Ricar sebagai makelar kasus dalam dugaan suap pengurusan kasasi pidana Gregorius Ronald Tannur menjadi tanggung jawab pribadinya.
Sebelum pensiun, Zarof pernah menjabat sebagai pejabat eselon II di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) MA, dengan tugas mengelola mutasi dan promosi hakim.
Juru Bicara MA, Yanto, menyatakan bahwa sejak Zarof pensiun hampir tiga tahun lalu, segala tindakannya bersifat tanggung jawab pribadi. Lembaga, katanya, sudah tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pembinaan atau pengawasan terhadapnya.
Yanto menambahkan bahwa MA tidak akan menutupi kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara ini dan mempersilakan Kejaksaan Agung untuk melanjutkan proses hukum jika terdapat cukup bukti terkait aliran suap senilai Rp 5 miliar yang diduga ditujukan kepada majelis kasasi di MA.
“Kalau memang ada bukti, kami mempersilakan. Kami tidak pernah memberikan toleransi,” ujar Yanto.
Sebelumnya, penyidik dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menangkap Zarof di Bali pada Kamis (24/10/2024) karena diduga terlibat dalam pengurusan kasasi kasus Ronald Tannur. Zarof dicurigai menyiapkan dana suap sebesar Rp 5 miliar untuk hakim agung yang mengadili kasasi tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyebut bahwa dana suap itu dipersiapkan oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, sebagai imbalan untuk mempengaruhi putusan dalam perkara pidana yang dihadapi kliennya.
Sebagai perantara, Zarof diduga menerima bagian senilai Rp 1 miliar, yang kemudian diminta ditukar ke mata uang asing di sebuah money changer di Blok M, Jakarta Selatan.
Dalam konferensi pers pada Jumat (25/10/2024) malam, Abdul menyebutkan bahwa berdasarkan catatan dari Lisa Rahmat, uang sebesar Rp 5 miliar tersebut rencananya ditujukan kepada hakim agung berinisial S, A, dan satu lagi S yang menangani kasasi Ronald Tannur.
Namun, saat penyidik menggeledah rumah Zarof, mereka menemukan uang tunai yang jumlahnya jauh lebih besar dari nilai suap yang dilaporkan, mencapai hampir Rp 1 triliun.
Kasus ini berkembang dari investigasi sebelumnya yang menjerat tiga hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Ketiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik sebagai Ketua Majelis, serta Mangapul dan Heru Hanindyo sebagai hakim anggota, yang memutus bebas Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan yang menewaskan kekasihnya.