Cobisnis.com – Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan sulit bagi perbankan bisa menyalurkan kredit jika tak ada permintaan, meski saat ini industri perbankan memiliki kelebihan likuiditas dua kali lipat dari kondisi normal.
“Bisa dilihat dari LDR perbankan 82 persen, yang berarti ada banyak likuiditas di bank saat ini. Tapi jika uang ada namun permintaan tidak ada, tentunya sangat sulit bagi bank untuk memberikan kredit ke masyarakat,” ujar Wimboh di Jakarta, Selasa (2 Maret 2021)
Berdasarkan data OJK, per 15 Januari 2020 terdapat likuiditas mencapai Rp1.241 triliun di perbankan. Pada 17 Februari 2021, likuiditas perbankan meningkat hampir dua kali lipat menjadi Rp2.219 triliun.
Wimboh menuturkan, kelebihan likuiditas tersebut terjadi karena Bank Indonesia menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi perbankan dan pemerintah juga memberikan stimulus fiskal.
“Kita tidak memiliki masalah likuiditas. Itu semua by design, bukan by change. Pada tahun 2020 pemerintah menempatkan uangnya di sektor perbankan sekitar Rp66 triliun sebagai deposit money di bank. Itu semua adalah koordinasi kebijakan antara fiskal, moneter, dan sektor keuangan, dan kita masih terus menjaga dan memastikan perbankan memiliki cukup likuiditas untuk disalurkan,” jelas Wimboh.
Terkait lesunya permintaan, pemerintah dan otoritas terus berupaya memberikan stimulus agar permintaan masyarakat meningkat melalui berbagai insentif kebijakan dan relaksasi.
“Itu mengapa pemerintah membuat kebijakan untuk menstimulasi permintaan dengan menurunkan pajak untuk kendaraan dan perumahan. OJK dan BI juga menurunkan standar prudensial untuk sementara guna memastikan permintaan ada,” ujar Wimboh.
Selain diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor, pemerintah juga merelaksasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi nol persen atau PPN ditanggung pemerintah untuk sektor perumahan yang berlaku mulai 1 Maret 2021 sampai 31 Agustus 2021.
Selain itu ada pula insentif berupa uang muka atau DP nol persen untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari Bank Indonesia.
Insentif tersebut diberikan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dan diyakini akan menjadi katalis yang baik bagi perekonomian mengingat sektor properti dapat memberikan efek berganda ke sektor lainnya seperti perbankan dan konstruksi.