JAKARTA, Cobisnis.com – Tanggung jawab sosial dan sustainability telah menjadi tema utama pada industri makanan dan nutrisi dalam beberapa tahun terakhir. Dengan meningkatnya kesadaran konsumen dan pemahaman akan meluasnya dampak perubahan iklim, tidak adanya keraguan bahwa isu tanggung jawab sosial dan sustainability telah menjadi faktor penting dalam menjalankan bisnis. Saat ini, perusahaan perlu memasukkan inisiatif industri hijau (Go Green) ke dalam bisnis mereka, baik untuk kepentingan perusahaan itu sendiri maupun komunitas yang mereka layani.
Hal ini sesuai hasil survei Asia Pacific Nutrition Sustainability Survey 2022 yang dilakukan oleh Herbalife Nutrition terhadap 5.500 konsumen berusia 18 hingga 75 tahun di 11 negara Asia Pasifik (APAC). Berdasarkan hasil survei diperoleh data bahwa sebagian besar atau empat dari lima konsumen mengakui pentingnya kelestarian lingkungan dalam membuat keputusan terkait nutrisi, dengan hampir 80% bersedia membayar lebih untuk membeli produk nutrisi yang mendukung kelestarian lingkungan, dan 90% berniat untuk membuat pilihan nutrisi yang lebih ramah lingkungan dalam 12 bulan ke depan.
Vice President of North Asia and Member of Global Responsibility Committee Herbalife Nutrition, Stella Tsai mengatakan, setiap perusahaan mungkin memiliki pendekatan yang berbeda untuk untuk menerapkan tanggung jawab sosial dan sustainability ke dalam strategi bisnis mereka. Dari survei yang sudah kami lakukan, ada sejumlah temuan menarik mengenai pandangan masyarakat terkait tanggung jawab sosial dan sustainability yang bisa dijadikan pertimbangan bagi suatu perusahaan dalam menentukan penerapan tanggung jawab sosial dan sustainability mereka.
Beberapa temuan tersebut, antara lain mengadopsi sistem pangan nabati, penggunaan kemasan yang ramah lingkungan, serta meningkatkan dan mendukung daur ulang
Mengadopsi Sistem Pangan Nabati
Manfaat mengadopsi sistem pangan nabati yang lebih banyak mencakup dua manfaat. Penelitian mengungkapkan bahwa mengadopsi sistem pangan nabati membawa manfaat yang jelas bagi kesehatan, dan dampak positif bagi lingkungan.
Sebagaimana diketahui, produksi pangan menyumbang sekitar 37% dari emisi gas rumah kaca global. Sementara itu, produksi pangan berbasis hewani berkontribusi dua kali lipat jumlah emisi dibandingkan dengan produk nabati. Selain menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah, produksi pangan nabati juga manfaat lingkungan lainnya antara lain penggunaan air yang lebih sedikit dan penggunaan lahan yang lebih efisien dibandingkan dengan pertanian berbasis hewan.
Alasan lain untuk melakukan diversifikasi ke sistem yang lebih nabati adalah permintaan dari konsumen global semakin condong memilih nutrisi berbahan nabati. Di wilayah Asia Pasifik, survei kami mengungkapkan bahwa dua dari lima konsumen terbuka untuk makanan nabati dan tanpa daging, dengan hampir 80% menyebut kesehatan sebagai alasan nomor satu. Transisi ke lebih banyak produksi makanan nabati akan menciptakan lebih banyak pilihan bagi konsumen dan mendorong mereka untuk makan makanan berbahan nabati.
Kemasan yang Ramah Lingkungan
Kesadaran dan permintaan konsumen juga meluas ke pemanfaatan kemasan yang ramah lingkungan. Berdasarkan hasil Survei, enam dari 10 konsumen APAC akan memilih produk nutrisi dengan kemasan ramah lingkungan, bahkan 67% berencana atau siap untuk mengalihkan pilihan mereka ke merk-merk yang mengadopsi kemasan yang ramah lingkungan. Dengan meningkatnya kesadaran konsumen akan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kemasan produk, perusahaan dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan kualitas kemasan dengan menggunakan bahan yang lebih ramah lingkungan.
Tren menunjukkan bahwa industri manufaktur dan ritel telah bergerak menuju kemasan berbahan plastik ramah lingkungan, bahkan beberapa perusahaan juga telah menerapkan prinsip ekonomi sirkular berbasis penggunaan plastik daur ulang untuk membantu industri daur ulang memenuhi kebutuhan kemasan yang lebih luas di masa depan. Saat ini, pemanfaatan bahan berbasis bio seperti kertas dan kertas karton berbasis kayu, dan bioplastik yang ramah lingkungan semakin dipertimbangkan.
Post-Consumer Resin (PCR) adalah alternatif lain yang menjadi perhatian saat ini. Berasal dari plastik hasil proses daur ulang, PCR menawarkan bahan baku plastik yang lebih berkelanjutan untuk kemasan, wadah, atau lembaran dari yang seharusnya menggunakan resin plastik murni.
“Herbalife Nutrition tengah berupaya untuk mencapai target global termasuk menggunakan lebih banyak bahan plastik berbasis daur ulang dengan memasukan 25% PCR dalam tabung kemasan Formula 1, dan akan memulai menerapkan rencana ini di beberapa pasar kami di kawasan Asia Pasifik,” terang Stella.
Meningkatkan dan Mendukung Daur Ulang
Menurut Global Recycling Foundation, barang daur ulang, juga dikenal sebagai ‘Seventh Resource’, mengurangi lebih dari 700 juta ton emisi CO2 setiap tahun, dan ini diperkirakan akan meningkat menjadi satu miliar ton pada tahun 2030.
Alasan lain untuk mendukung daur ulang adalah kesenjangan antara permintaan dan penawaran. Sementara permintaan untuk kemasan yang terbuat dari bahan daur ulang cukup tinggi, volume bahan daur ulang tetap lebih rendah dari jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan manufaktur global.
Mendukung daur ulang harus menjadi bagian dari agenda ESG perusahaan. Selain menerapkan program di dalam perusahaan, perusahaan dapat menginspirasi konsumen untuk mendaur ulang. Program Asia Pacific Simply Recycle Challenge yang kami luncurkan di 14 negara di Asia Pasifik pada awal tahun ini menegaskan gagasan bahwa perusahaan dapat berperan aktif dalam mendorong konsumen untuk mendaur ulang. Hasil dari Recycle Challenge kami selama tiga bulan sangat menggembirakan, dengan lebih dari 712.000 tabung kemasan produk kami dikirim untuk didaur ulang kembali di akhir program.
“Meskipun bagi sebagian orang membuat perubahan dan melakukan kebaikan yang lebih besar di bidang lingkungan bukanlah prestasi yang mengagumkan, namun bagi kami, sangat penting bagi kita semua untuk mulai menata masa depan yang berkelanjutan demi kebaikan manusia dan bumi ini,” tutup Stella.