JAKARTA,Cobisnis.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) memungkinkan pemerintah daerah (pemda) untuk mengembangkan instrumen finansial yang lebih kreatif.
Salah satu yang disebut oleh Menkeu adalah pembentukan dana abadi pendidikan dan sosial yang dikelola langsung oleh pemda.
“Di dalam Undang-Undang HKPD ini, untuk daerah-daerah yang memiliki surplus karena sumber daya alam, mereka bisa membangun apa yang disebut dana abadi. Sama seperti pemerintah pusat yang memiliki dana abadi untuk LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan),” ujarnya melalui kanal daring saat meresmikan sosialisasi UU HKPD, Kamis, 10 Maret.
Menurut Menkeu, daerah yang memiliki kapasitas fiskal tinggi dengan pemenuhan kualitas layanan yang baik dipersilakan untuk segera membentuk dana abadi bagi kebermanfaatan lintas generasi yang lebih luas.
“Desain dari dana abadi ini adalah dana yang bersumber dari APBD yang tidak mengurangi dana pokok,” tuturnya.
Lalu, Menkeu juga menerangkan jika pembentukan rencana yang dimaksud harus memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lainnya. Tidak hanya itu, dia juga menekankan bahwa skema LPDP ala daerah bisa menjadi media sumbangan bagi peningkatan pendidikan di wilayah tersebut.
“Secara prinsip pengelolaan saya tekankan bahwa dana abadi ini harus ditetapkan melalui peraturan daerah, dikelola oleh bendahara umum, dan dilakukan dalam investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai,” tegasnya.
Sebagai contoh, Menkeu lantas memberikan gambaran bagaimana pemerintah pusat kini memiliki dana kelolaan LPDP sekitar Rp99,1 triliun.
Dari jumlah itu, dana abadi pendidikan Rp81 triliun, dana abadi penelitian Rp7,9 triliun, dana abadi perguruan tinggi Rp7 triliun, dan dana abadi kebudayaan Rp3 triliun.
Gelontoran dana tersebut kini sudah dipergunakan untuk memfasilitasi pendidikan (beasiswa) 29.872 orang dan mendukung 1.668 penelitian ilmiah.
Sebagai informasi, LPDP yang dirintis pemerintah pusat pada 2007 silam awalnya hanya bermodalkan Rp1 triliun. Alokasi ini kemudian terus ditambah dengan mengukur tingkat kebutuhan dana serta diinvestasikan ke instrumen yang hampir tidak berisiko, seperti surat berharga negara (SBN).
“Jadi ini sama saja kita menabung untuk generasi kita di masa mendatang dan tidak menggunakan pendapatan surplus saat ini untuk langsung dihabiskan,” tutup Menkeu Sri Mulyani.