JAKARTA, Cobisnis.com – Dalam rangka turut berkontribusi untuk mengungkap perubahan-perubahan lingkungan bisnis yang terjadi selama pandemi, kembali lagi Inventure, Alvara, Ivosights menggelar Indonesia Industry Outlook #IIO2022.
#IIO2022 kali ini mencoba mengungkap perubahan-perubahan yang terjadi di 25 industri/pasar berdasarkan survei yang dilakukan pada akhir Desember 2021 terhadap 770 responden di 10 kota utama di Indonesia dan digital monitoring di media sosial untuk mengetahui sentimen netizen.
Berdasarkan hasil riset terkait ekosistem Healthcare & Diagnostic, #IIO2022 berhasil mengungkap bahwa Pandemi di satu sisi membuat kita mengalami transisi dalam banyak hal. Perihal layanan kesehatan, pandemi membuat kita membatasi konsultasi tatap muka ke rumah sakit dan melengkapi kebutuhan tersebut ke layanan telemedicine.
Kondisi ini difasilitasi adanya transformasi teknologi dilakukan oleh internal perusahaan maupun melalui kerjasama dengan industri lain sebagai usaha memperluas ekosistem kesehatan dan diagnostik.
Hasil riset Inventure-Alvara menggambarkan hubungan komplimentari antara rumah sakit dan telemedicine tersebut. Jadi meski konsultasi tatap muka saat ini kembali menjadi pilihan utama, telemedicine masih menjadi layanan yang akan tetap digunakan. Terbukti dari hasil riset Inventure-Alvara yang menyatakan 54,8% responden setuju akan tetap menggunakan layanan telemedicine untuk berobat penyakit ringan dan membeli obat resep dokter.
Meski demikian pandemi tidak hanya memantik adanya revolusi industri kesehatan dalam bentuk digitalisasi dengan layanan telemedicine. Ada beberapa landscape di dalam ekosistem kesehatan yang penting untuk dibahas dan diperhatikan. Dalam #IIO2022, beberapa pembicara dari berbagai industri dalam ekosistem kesehatan memaparkan pandangan mereka mengenai hal ini.
Revolusi Ekosistem Healthcare: “Health Is The New Beauty”
Dewi Muliaty sebagai President Director Prodia, salah satu pelaku industri yang konsisten bergerak dalam bidang laboratorium klinik, memaparkan bahwa adanya revolusi ekosistem healthcare utamanya muncul karena kesadaran besar masyarakat mengenai kesehatan yang distimuli dengan adanya pandemi. Hal ini membuat kesehatan fisik tubuh menjadi hal yang dianggap sama penting atau bahkan lebih penting dari kesehatan kulit yang erat kaitannya dengan term “beauty”. Karenanya dalam sesi #IIO2022, Dewi Muliaty menyatakan bahwa “Health Is The New Beauty”.
Kesadaran masyarakat akan kesehatan itu kemudian merubah mindset dan kebiasaan masyarakat yang tadinya acuh tak acuh akan kesehatan menjadi prioritas atas dalam hierarki kebutuhan manusia. Belanja kesehatan pun mengalami kenaikan sebagai bentuk reaksi terhadap kesadaran ini. Pemaparan ini kemudian mendukung hasil riset Inventure-Alvara bahwa produk kesehatan seperti masker, hand sanitizer, suplemen, disinfektan, dan lain-lain akan terus diminati terlihat dari survei sebanyak 40,9% responden akan tetap menggunakan masker meskipun kasus COVID-19 menurun, pun sama halnya dengan handsanitizer dan suplemen.
Selain itu efek dari kesadaran ini membuat keputusan industri yang lebih consumer-centric. Dengan masyarakat yang khawatir akan penularan virus dan lebih sadar dengan kesehatan, industri mulai menciptakan layanan kesehatan yang memfasilitasi kebutuhan tersebut.
Digitalisasi Healthcare
Dewi Muliaty, President Director Prodia, sebagai pelaku industri sendiri memaparkan bahwa dengan adanya kebutuhan layanan kesehatan yang lebih tinggi dari masyarakat diikuti dengan keterbatasan kontak fisik dan meluasnya pengetahuan mengenai pemeriksaan laboratorium terutama terkait Covid-19 khususnya, Prodia kemudian mulai melakukan inovasi untuk menjawab demand tersebut. Alhasil, transformasi digital menjadi salah satu fokus utama Prodia di masa pandemi saat ini dan kedepannya. Namun transformasi digital ini bukan sesuatu yang dibangun dari awal tapi pandemi ini mengakselerasi roadmap Teknologi yang sudah dibangun sejak 2010.
Telemedicine dan home service melalui aplikasi adalah buah yang lahir atas digitalisasi layanan di masa pandemi ini. Dengan menjadi industri yang lebih consumer-centric ini, Prodia melihat growth perusahaan sebagai sesuatu yang dijamin oleh konsumen. Tahun lalu misalnya, kenaikan home service Prodia meningkat sebesar 130an persen, revenue sekitar 200an persen, dan penggunaan mobile app juga meningkat pesat meskipun tetap dibuka pilihan bagi konsumen untuk memilih pelayanan ke cabang Prodia atau melalui aplikasi dilanjutkan dengan home service.
Digitalisasi ini tidak Prodia lakukan secara mandiri. Ada kerja sama dengan industri lain seperti Traveloka sebagai usaha memperluas ekosistem kesehatan sehingga layanan menjadi lebih mudah diakses. Masyarakat tetap mendapat jaminan pelayanan yang sama baiknya meski dilakukan secara digital.
Dr. Lia G. Partakusuma, Praktisi Bisnis Rumah Sakit menambahkan transformasi lain mengenai digitalisasi healthcare ini. Digitalisasi ini intinya adalah memudahkan pasien mendapatkan fasilitas kesehatan.
Pengembangan ini harus didasari pertanyaan, “bagaimana dan dimana masyarakat dapat mendapatkan layanan kesehatan dengan mutu yang baik meskipun pandemi?” Jadi para pemain baru tidak hanya sekedar mencari celah di tengah maraknya pandemi.
Digitalisasi healthcare juga menurutnya tidak hanya terbatas pada layanan telemedicine. Digitalisasi juga terkait dengan supply-chain terkait obat dan fasilitas kesehatan, monitoring rumah sakit, dan monitoring pasien melalui Peduli Lindungi misalnya. Semua ini memerlukan edukasi yang cukup masif supaya pemanfaatan teknologi menjadi efektif.
Dari sisi vaksinasi juga tidak luput dari adanya digitalisasi. Honesti Basyir, President Director dari Bio Farma memaparkan bahwa salah satu faktor besar yang menyukseskan vaksinasi saat ini adalah adanya digitalisasi dari hulu ke hulur. Dimulai dari kedatangan bahan baku produksi, produksi vaksin, sampai dengan rilisnya vaksin dimonitor melalui dashboard yang disiapkan oleh Bio Farma. Dalam proses distribusi juga dibuat SMDV (Sistem Manajemen Distribusi Vaksin) untuk memantau kualitas vaksin dengan teknologi IoT yang terinstal dalam envirotainer atau truk pengangkut vaksin.
Berkembangnya Kompetisi Healthcare
Di sisi lain, pandemi dan digitalisasi juga menjadi boost munculnya pemain baru dalam ekosistem healthcare. Kompetisi layanan kesehatan juga efeknya semakin meningkat. Banyak sekali pemain baru khususnya terkait laboratorium diagnostik yang melayani pemeriksaan terkait Covid-19. Namun Dewi Muliaty sendiri merespon persaingan ini dengan pertanyaan, “Apakah pemain baru akan terus bertahan panjang? Karena pandemi ini tentunya sebagai suatu hal yang diusahakan banyak pihak untuk berakhir.” Karena ini menurutnya penting untuk melakukan pemetaan pemain untuk melihat persaingan lebih jelas lagi. Pemain baru ini juga sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai kontributor yang saling bekerja sama untuk meredam pandemi.
Dalam bisnis rumah sakit juga muncul kompetitor baru. Istilahnya bukan lagi sepuluh tapi seratus bisnis bermunculan untuk bermain di bisnis yang sama. Rumah sakit per 2012 jumlahnya sekitar 2887 dan di akhir tahun 2021 ini sudah bertambah menjadi 3240 rumah sakit.
Namun Dewi Muliaty, President Director Prodia melihat persaingan yang menantang justru datang dari sektor regional dan global yang mampu melihat bahwa masyarakat Indonesia sudah memiliki kesadaran akan kesehatan yang meningkat. Investasi yang didasarkan pemahaman ini memungkinkan terciptanya inovasi yang sifatnya lebih berjangka panjang.
Secara garis besar terkait dengan megashift revolusi ekosistem healthcare di Indonesia ini, penting untuk berpikiran ke depan. Pandemi menjadi momentum yang baik untuk membangun ekosistem healthcare yang ajeg dan berorientasi pada konsumen. Prodia sendiri melihat ini sebagai momentum untuk menjadi industri tuan rumah yang memfasilitasi kebutuhan dalam negeri. Jangan sampai pemeriksaan lab harus ke luar negeri.
Sikap Terhadap Revolusi Ekosistem Healthcare dan Diagnostik
Kata kunci yang dapat merangkum revolusi ekosistem healthcare ini adalah kenyamanan, teknologi dan kolaborasi. Tiga kata kunci itu menjadi parameter yang tidak bisa terpisahkan. Kenyamanan menjadi dasar dari segala aspek pengembangan teknologi dari sisi industri. Di sisi lain faktor teknologi ini membuat orang lebih menjadi well-educated mengenai kesehatan sehingga eksekusi menjadi lebih berbasis consumer-centric yang lebih smart. Di sisi lain, kolaborasi menjadi poin yang tidak dapat dihindari bagi ekosistem healthcare untuk berkembang. Dalam program vaksin sendiri misalnya perlu kolaborasi dengan lembaga riset pemerintah, dan mitra forwarder. Kolaborasi bukan hanya satu industri tapi ekosistem.
Dr. Lia G. Partakusuma juga menguatkan pernyataan ini. Menurutnya, ekosistem healthcare ini bicara dengan banyak rantai di dalam industri rumah sakit maupun di luar. Ekosistem ini harus dibuka sebesar-besarnya namun tetap harus ada medical monitoring dan regulasi yang bijak dan tepat. Karena kerja sama ini tidak lagi hanya terkait rumah sakit dan apotek tapi sudah mencapai kolaborasi rumah sakit dengan hotel misalnya. Selain itu harus ada kemauan dari semua pihak untuk bersinergi mulai dari sisi preventif, kuratif dan promotif. Kedepannya, revolusi ekosistem ini menjadi sangat menarik.