JAKARTA,Cobisnis.com – Perekonomian Indonesia melanjutkan kinerja yang cukup baik di sepanjang kuartal IV 2022 ini. Berbagai indikator yang tetap baik dan membaik adalah sebagai berikut:
Pertama, angka inflasi di dua bulan terakhir dapat dikendalikan oleh Pemerintah, sehingga secara ytd inflasi baru mencapai 4,82% pada November. Jika kita gunakan asumsi tingkat inflasi rata-rata di bulan Desember, maka inflasi akhir tahun 2022 diperkirakan berada pada kisaran 5,4% hingga 5,6%. Angka inflasi ini jauh lebih baik dibandingkan dengan konsensus pasar yang memperkirakan inflasi pada akhir tahun bisa tembus 6,7%.
Kedua, kinerja neraca perdagangan Indonesia juga masih sangat baik dengan dukungan sektor komoditas. Pada bulan November, neraca Perdagangan mencatatkan angka USD5,16 miliar atau melanjutkan surplus sepanjang 31 bulan terakhir. Dengan neraca perdagangan tersebut Indonesia dapat dipastikan Neraca Transaksi Berjalan (NTB) atau Current Account Balance Indonesia akan mengalami surplus dalam kisaran 1% dari PDB.
Ketiga, aliran modal asing kembali masuk ke dalam pasar obligasi Indonesia seiring dengan concern investor Global yang mulai berubah dari tingkat inflasi ke tingkat pertumbuhan ekonomi Global, terutama di AS. Investor asing mulai masuk ke pasar Obligasi Pemerintah RI dalam satu setengah bulan terakhir. Tercatat nett buy investor asing mencapai IDR46,6 triliun dalam periode tersebut sehingga jika kita melihat kepemilikan asing di pasar obligasi, saat ini mencapai 14,7% atau lebih tinggi dibandingkan posisi awal November lalu yang mencapai 13,9%.
Berbagai data menunjukkan bahwa Indonesia masih dapat menjadi salah satu hotspot untuk lokasi berinvestasi investor Global dan Domestik, kami meyakini potensi berbaliknya investor portofolio asing masih cukup besar ke depannya seiring dengan naiknya ekspektasi bahwa suku bunga acuan akan mencapai peak di 1H23 dan kemudian kembali menurun di tahun 2024.
Tantangan ekonomi Global masih sangat besar dan ketidakpastian semakin meningkat. OECD dalam laporan terakhirnya menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Global akan menurun ke 2,2% tahun 2023 sementara IMF memperkirakan ke 2,7%. Keduanya sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Global berada di 3 persenan. Kenaikan kasus COVID-19 kembali di China juga menjadi faktor yang dapat membawa perekonomian Global menurun.
Perlambatan ekonomi Global tersebut tentu saja akan berpengaruh kepada kinerja ekspor, investasi dan bisnis di tanah air. Dua lembaga tersebut juga memperkirakan
bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melandai ke 4,7% dan 5% tahun depan dari level di atas 5% tahun ini karena dampak dari penurunan kinerja ekspor dan investasi. Namun menariknya, dua lembaga tersebut memperkirakan bahwa tahun berikutnya ekonomi Global dan Indonesia akan lebih tinggi. Bahkan, in fact, jika kita melihat semua forecast lembaga di dunia, perekonomian dunia memperkirakan tahun 2024 akan kembali meningkat.
Jika kita melihat cycle yang demikian kami meyakini bahwa dunia bisnis dan Perekonomian Indonesia memiliki peluang untuk tetap tumbuh lebih baik dibandingkan negara berkembang lainnya. Jika kita flashback pada apa yang terjadi pada tahun 2008-2009 yang lalu saat Krisis Finansial Global, pertumbuhan Amerika Serikat mengalami kontraksi -2,6% sementara Euro Area terkontraksi -4,5% di 2009. Saat itu Indonesia masih dapat tumbuh di 4,7% dan kemudian pulih pada tahun berikutnya.
Tahun depan kondisinya sebenarnya relatif lebih baik dibandingkan resesi Negara maju di Krisis Finansial Global Tersebut. Kedua lembaga, IMF dan OECD memperkirakan Euro Area dan Amerika Serikat, keduanya akan tumbuh di kisaran 0,5 – 1,0% sementara China akan tumbuh lebih baik ke kisaran 4,4 – 4,6%. Dengan kondisi tersebut, kita tentu berharap meskipun mengalami perlambatan, Indonesia masih terus melanjutkan pemulihan walaupun terbatas pada sektor yang berbasis ekonomi domestik. Walaupun demikian kita tetap perlu memantau potensi pasar ekspor ke negara-negara yang mengalami inflasi yang tinggi dengan produk-produk kita yang lebih kompetitif.
Secara sektoral, perekonomian menunjukan kinerja yang semakin membaik pada Kuartal III, 2022. Sektor-sektor terkait mobilitas seperti, sektor transportasi dan hotel & restoran telah menunjukan peningkatan aktivitas yang signifikan. Lebih dari itu, sektor-sektor lain pun menunjukan kinerja pertumbuhan yang semakin solid dengan mayoritas sektor sudah memiliki level aktivitas ekonomi yang jauh melebihi level sebelum pandemi COVID-19 tahun 2019. Periode liburan Natal dan Tahun Baru 2022 diharapkan bisa menjadi momentum akselerasi pertumbuhan ekonomi untuk sektor-sektor terkait mobilitas tersebut.
Berbeda dari pola-pola di tahun sebelumnya, tingkat belanja sejak awal Juni 2022 hingga saat ini (awal Desember 2022) masih terus dalam pola flat di sekitar level pra-Ramadan, kurang lebih telah berlangsung 6 bulan terakhir. Lebih detil, belanja di November 2022 lebih rendah dibanding Oktober 2022, berkebalikan dengan pola di tahun-tahun sebelumnya dimana belanja terus dalam tren meningkat sejak September hingga Desember. Dengan kondisi ini, belanja di 4Q22 kemungkinan hanya tumbuh tipis dibanding 4Q21. Dengan kondisi pemulihan sektoral dan konsumsi yang masih flat, kami masih mempertahankan view kami bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 akan mencapai 5,17% dan kemudian melandai ke 5% di 2023.
Dari sektor perbankan, fungsi intermediasi perbankan terus mengalami akselerasi hingga bulan Oktober, dimana pertumbuhan kredit mencapai 11,95% atau jauh lebih tinggi dibandingkan data bulan Agustus lalu yang saya sampaikan di Media Gathering terakhir. Office of Chief Economist memproyeksikan pertumbuhan kredit akan berada pada 10,1% di tahun 2023, relatif flat dibandingkan tahun 2022.