JAKARTA, Cobisnis.com – Airbus A380 dikenal sebagai pesawat penumpang terbesar di dunia, namun tidak banyak bandara yang bisa atau mau melayaninya. Ukuran raksasa dan kebutuhan infrastruktur khusus membuat pesawat ini hanya dapat beroperasi di bandara tertentu.
Dengan panjang hampir 73 meter dan bentang sayap sekitar 80 meter, A380 masuk kategori pesawat kode F. Banyak bandara di dunia masih didesain untuk pesawat kode E seperti Boeing 777 atau Airbus A350, sehingga secara teknis tidak kompatibel.
Selain dimensi fisik, bobot maksimal lepas landas Airbus A380 mencapai sekitar 575 ton. Beban ini menuntut landasan pacu dan taxiway dengan struktur yang jauh lebih kuat agar tidak cepat rusak akibat tekanan berulang.
Investasi untuk memperkuat runway dan jalur pergerakan pesawat bukan hal murah. Di banyak negara berkembang, anggaran bandara lebih difokuskan pada peningkatan kapasitas penumpang daripada menyesuaikan diri dengan satu tipe pesawat.
Masalah lain muncul di area gate. Airbus A380 idealnya dilayani dengan dua garbarata sekaligus untuk dek atas dan bawah. Mayoritas terminal bandara hanya memiliki satu garbarata, sehingga perlu renovasi besar.
Dari sisi operasional, A380 juga menghasilkan wake turbulence yang lebih kuat dibanding pesawat lain. Hal ini memaksa pengaturan jarak antar pesawat diperlebar, yang berdampak pada penurunan efisiensi lalu lintas udara.
Secara bisnis, tidak semua rute mampu mengisi lebih dari 500 penumpang dalam satu penerbangan. Jika tingkat keterisian rendah, biaya operasional A380 menjadi tidak sebanding dengan pendapatan maskapai.
Tren industri penerbangan global kini beralih ke pesawat berbadan lebar yang lebih kecil dan efisien. Airbus A350 dan Boeing 787 dinilai lebih fleksibel karena bisa terbang jarak jauh tanpa memerlukan bandara khusus.
Akibat berbagai keterbatasan tersebut, hanya bandara besar seperti Dubai, London Heathrow, Singapura Changi, dan Sydney yang secara konsisten melayani Airbus A380. Bandara-bandara ini memiliki volume penumpang tinggi dan infrastruktur memadai.
Kondisi ini menjelaskan mengapa Airbus A380 bukan pesawat yang dilarang, melainkan pesawat yang secara teknis dan ekonomi hanya cocok untuk pasar dan bandara tertentu.














