JAKARTA, Cobisnis.com – Hingga saat ini, isu soal bahan berbahaya BPA pada wadah berbahan plastik masih menggema. Pasalnya, di tengah meningkatnya kepedulian masyarakat pada kesehatan, belum ada peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk melabeli free BPA bagi kemasan atau produk berbahan plastiknya.
Salah satu yang paling bersuara untuk pelabelan free BPA adalah JUrnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL). Karena menurut banyak penelitian, BPA terbukti menjadi sumber banyak penyakit. Seperti di antaranya, kanker, autis, syaraf, dan masih banyak lagi penyakit yang berbahaya.
Pakar pendidikan Autis, Dr Imaculata sudah menegaskan BPA terbukti sebagai faktor eksternal penyakit autis. Dan tiap tahun jumlah penderita terus meningkat. Dampak dari salah seorang anak terkena autis itu luar biasa. Banyak rumah tangga bercerai gara-gara punya anak autis. Ada orangtua bahkan memilih bunuh diri karena mempunyai anak autis. Tidak mudah mempunyai anak autis. Untuk pendidikan anak autis, satu penderita harus ditangani satu orang guru.
“Tidak ada data penderita autis secara nsional. Tapi bahwa BPA sebagai salah satu faktor eksternal penderita autis,” kata Dr Imaculata pada 8 Februari 2022 kemarin.
Atas alasan inilah JPKL melihat masyarakat akan semakin riskan mendapat penyakit dari kemasan berbahan plastik BPA. salah satu solusinya adalah kewajiban perusahaan melabeli free BPA pada produk dan kemasannya itu. Mengikuti negara-negara maju yang sudah melarang penggunaan kemasan plastik yang mengandung BPA.
“Di Indonesia sudah bagus juga. Botol – botol susu untuk bayi, piring, sendok plastik dan peralatan mainan anak sudah free BPA. Tinggal dari galon guna ulang yang belum free BPA, yang dimana kemasan ini terlihat banyak digunakan dalam kemasan plastik AMDK untuk konsumsi keluarga, yang justru pengaruhnya sangat besar. Banyak anak – anak minum susu formula, airnya dari galon guna ulang berbahan polycarbonat dengan kode daur ulang 7 yang mengandung BPA. Itulah jalan masuk BPA ke dalam tubuh bayi, ” tutur Ketua JPKL Roso Daras.
Lebih jauh Roso menegaskan bahwa JPKL mendukung keputusan BPOM untuk Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, dan berharap segera dilakukan. Karena dengan adanya Perubahan Peraturan BPOM ini anak-anak Indonesia akan terlindungi dari bahaya zat BPA.
Apalagi BPOM sebagai regulator telah melakukan penelitian paling mutakhir dengan mengambil sampel secara acak di seluruh Indonesia di tahun 2021 – 2022. Hasilnya terbukti galon guna ulang yang beredar telah melampaui ambang batas migrasi BPA yang telah ditentukan yaitu 0,6 bpj. Ini jelas membahayakan bagi bayi, balita, dan janin pada ibu hamil yang kedepannya menjadi generasi penerus bangsa Indonesia.