JAKARTA, Cobisnis.com – Perjalanan hidup Bahlil Lahadalia dikenal penuh lika-liku sebelum akhirnya menduduki sejumlah jabatan penting di pemerintahan. Dari kecil membantu ekonomi keluarga hingga menjadi tokoh nasional, kisah pendidikannya mencuri perhatian karena dianggap tidak biasa.
Dari Penjual Kue hingga Sopir Angkot
Bahlil Lahadalia lahir pada 7 Agustus 1976 di Banda, Maluku Tengah. Ia tumbuh dalam keluarga sederhana dan sejak SD di SDN 1 Seram Timur sudah berjualan kue untuk menambah pemasukan.
Saat bersekolah di SMP Negeri 1 Seram Timur, ia bekerja sebagai kondektur angkot. Memasuki SMA YAPIS Fakfak, Bahlil beralih menjadi sopir angkot demi membantu keluarganya.
Setelah tamat SMA, ia merantau ke Jayapura dan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Port Numbay. Situasi nasional yang memanas akibat kerusuhan 1998 membuatnya mundur dari jadwal lulus. Ia baru bisa menyelesaikan pendidikan sarjana pada usia 26 tahun.
Kampus tempatnya belajar memang tidak terlalu populer. Bahkan, dalam satu kesempatan Presiden Prabowo Subianto sempat bercanda menyinggung bahwa kampus Bahlil “nggak ada di Google”, yang disambut tawa para hadirin.
Aktivis Kampus yang Merintis dari Nol
Selama kuliah, Bahlil aktif di HMI dan dipercaya menjadi Bendahara Umum PB HMI periode 2001–2003.
Karier profesionalnya dimulai di Sucofindo sebelum ia membangun bisnis sendiri seperti PT Rifa Capital, PT Bersama Papua Unggul, dan sejumlah perusahaan lain yang kini menaungi lebih dari 10 anak usaha.
Jenjang Pendidikan Lanjut: Dari Magister hingga Gelar Doktor yang Dipersoalkan
Bahlil melanjutkan studi S2 di Universitas Cenderawasih dan meraih gelar Magister Sains bidang Ekonomi.
Pada 2024, ia menuntaskan pendidikan doktoral di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG), Universitas Indonesia, dengan fokus riset seputar energi dan pembangunan. Ia lulus dengan predikat cumlaude.
Namun, kelulusannya memicu kontroversi karena durasi studi S3 yang sangat cepat—hanya 1 tahun 8 bulan, sementara rata-rata mahasiswa doktoral UI membutuhkan 3–5 tahun.
UI kemudian menangguhkan pengakuan gelar tersebut sambil melakukan peninjauan ulang proses akademik. Kasus ini menyorot isu integritas akademik di tengah jabatan publik yang diemban Bahlil.
Riwayat Pendidikan Bahlil Lahadalia
SD: SD Negeri 1 Seram Timur
SMP: SMP Negeri 1 Seram Timur
SMA: SMA YAPIS Fakfak
S1: STIE Port Numbay, Jayapura
S2: Universitas Cenderawasih
S3: SKSG Universitas Indonesia
Langkahnya Masuk Dunia Politik
Setelah meninggalkan Sucofindo, Bahlil membangun berbagai lini bisnis dan namanya makin diperhitungkan di kalangan pengusaha muda. Pada Pilpres 2019, ia ditunjuk sebagai Ketua TKN Pengusaha Muda Jokowi–Ma’ruf, yang semakin menguatkan posisinya di lingkar kekuasaan.
Ia kemudian dilantik sebagai Kepala BKPM dan berperan dalam pengembangan OSS (Online Single Submission). Pada 2021, lembaga itu berubah menjadi Kementerian Investasi dan ia menjadi menteri pertamanya.
Pada 19 Agustus 2024, Presiden Prabowo Subianto menunjuknya sebagai Menteri ESDM.
Hanya dua hari setelahnya, pada 21 Agustus 2024, ia resmi menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto.
Perjalanan karier dan pendidikannya menunjukkan bagaimana Bahlil Lahadalia meniti dari bawah hingga berada di puncak pemerintahan, meski tidak lepas dari sorotan publik dan kontroversi yang mengikuti.














