Cobisnis.com – Krisis akibat pandemi dipandang berbeda dengan krisis keuangan Asia pada 1998 maupun krisis keuangan global 2008. Hampir semua sektor publik hingga swasta terkena imbas Covid-19.
Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. “Krisis kali ini berbeda sekali karena kita harus melindungi manusia dan perekonomiannya sekaligus. Untuk membendung penyebaran virus, kita harus membatasi pergerakan manusia. Itu salah satu shock besar karena tidak pernah terjadi sebelumnya, jadi kita harus memikirkan dua sampai tiga langkah ke depan. Inilah mengapa Pemerintah berperan sangat penting,” kata Sri Mulyani seperti dilansir dari keterangan resmi Kementerian Keuangan, pada Selasa 30 Juni 2020.
Pemerintah pun merespons dengan cepat untuk melakukan penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pandemi Covid-19 memukul perekonomian masyarakat secara luas, termasuk rumah tangga dan pelaku usaha. Selain perlindungan sosial, dukungan bagi pelaku usaha, khususnya UMKM sangat penting.
Dijelaskan Sri Mulyani, salah satu langkah penting adalah restrukturisasi kredit UMKM, diikuti dengan subsidi bunga dan memberikan kemudahan untuk mendapatkan kredit modal kerja baik melalui penempatan dana murah pada perbankan maupun penjaminan kredit. Menurutnya, banyak pelaku UMKM adalah wanita.
“Satu hal yang berbeda pada krisis kali ini adalah adanya pembatasan sosial, dan beruntung kita punya teknologi sehingga banyak transaksi dilakukan secara online. Episentrum pandemi di Indonesia yaitu Jakarta yang masyarakatnya lebih maju dalam penguasaan teknologi. Sehingga meskipun tidak ada kontak (fisik), transaksi terus berlangsung. Banyak orang beralih menggunakan transaksi dengan teknologi digital. Hal ini mengakselerasi penggunaan teknologi yang (selanjutnya) mentransformasi ekonomi ke digital”, tambahnya.
Menkeu juga menjelaskan strategi pembiayaan Indonesia di masa pandemi, dimana di tengah pandemi yang menyebabkan gejolak pasar keuangan, pendalaman pasar dan mengandalkan pembiayaan domestik menjadi sangat penting.
“Di Indonesia, peningkatan defisit terjadi secara dramatis menjadi di atas 6%. Kami pertama melihat sumber pembiayaan yang kita miliki sendiri. Selanjutnya Pemerintah juga memanfaatkan pasar surat berharga dalam negeri. Di samping itu, dimungkinkannya bank sentral untuk membeli dan berpartisipasi di pasar primer juga menjadi satu hal kritikal. Terakhir, peran lembaga keuangan multilateral dan bilateral juga sangat penting dalam memberikan pinjaman dengan bunga yang rendah,” pungkas dia.