JAKARTA, COBISNIS.COM – Neraca perdagangan barang Indonesia kembali mencatatkan surplus pada September 2024, yang berarti Indonesia telah mencatatkan surplus selama 53 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan barang pada bulan tersebut mencapai US$ 3,26 miliar, meningkat sebesar US$ 0,48 miliar dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya yang mencapai US$ 2,78 miliar.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa tiga negara yang memberikan kontribusi terbesar terhadap surplus neraca perdagangan Indonesia pada September 2024 adalah Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina.
Ia menjelaskan bahwa nilai surplus perdagangan dengan AS mencapai US$ 1,39 miliar, sementara dengan India mencapai US$ 942 juta, dan Filipina sebesar US$ 783,9 juta.
Surplus perdagangan dengan Amerika Serikat didorong oleh ekspor komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) senilai US$ 277,8 juta, pakaian dan aksesoris rajutan (HS 61) senilai US$ 214,3 juta, serta alas kaki (HS 64) yang mencapai US$ 213,2 juta. Sedangkan, surplus perdagangan dengan India didorong oleh ekspor bahan bakar mineral (HS 27) senilai US$ 506,4 juta, lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$ 196,6 juta, serta besi dan baja yang mencapai US$ 175,7 juta.
Amalia juga menambahkan bahwa surplus perdagangan dengan Filipina didukung oleh ekspor kendaraan dan bagiannya (HS 87) sebesar US$ 285,4 juta, bahan bakar mineral (HS 27) sebesar US$ 238,3 juta, serta lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) yang mencapai US$ 51,2 juta.
Di sisi lain, tiga negara penyumbang defisit neraca perdagangan terbesar pada September 2024 adalah China, Australia, dan Thailand. Defisit dengan China tercatat sebesar US$ 630,7 juta, didorong oleh impor mesin dan peralatan mekanis (HS 84) senilai US$ 1.437,1 juta, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) senilai US$ 1.007,2 juta, serta kendaraan dan bagiannya yang menyebabkan defisit sebesar US$ 314,8 juta.
Australia mencatat defisit sebesar US$ 369,4 juta, dengan kontribusi terbesar berasal dari logam mulia dan perhiasan/permata (HS 71) senilai US$ 188 juta, serelia (HS 10) sebesar US$ 63,5 juta, dan bahan bakar mineral (HS 27) dengan defisit sebesar US$ 61,3 juta. Sementara itu, defisit neraca perdagangan dengan Thailand mencapai US$ 317,9 juta, yang didorong oleh impor plastik dan barang dari plastik (HS 39) senilai US$ 97,5 juta, kendaraan dan bagiannya (HS 87) sebesar US$ 94,2 juta, serta mesin dan peralatan mekanis (HS 84) senilai US$ 83,7 juta.