JAKARTA, COBISNIS.COM – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) merespons protes dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, terkait rencana ekspor listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, menyatakan bahwa pembahasan lebih lanjut mengenai ekspor listrik ini akan dilakukan bersama Kementerian ESDM. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut akan mengacu pada kebijakan dari kementerian terkait.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pihaknya tengah mengkaji ulang rencana ekspor listrik yang bersumber dari pembangkit EBT atau dikenal dengan istilah “listrik hijau” ke luar negeri. Menurutnya, langkah ekspor tersebut harus dipertimbangkan secara matang agar memberikan manfaat yang maksimal bagi Indonesia. Bahlil menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menjalankan kebijakan ekspor listrik ini, terutama mengingat dampak strategisnya bagi kebutuhan energi nasional.
Bahlil menjelaskan bahwa sebelum memutuskan ekspor listrik, pemerintah perlu memastikan apakah kebutuhan listrik berbasis EBT untuk pasar domestik sudah terpenuhi. Jika kebutuhan nasional sudah mencukupi, barulah ekspor ke negara lain dapat dipertimbangkan. Selain itu, pemerintah juga akan meninjau nilai ekonomi dari ekspor tersebut agar memberikan keuntungan yang signifikan bagi Indonesia.
Menurut Bahlil, setelah memastikan kebutuhan dalam negeri, pemerintah akan mulai merumuskan negara-negara mana saja yang menjadi target pasar ekspor listrik ‘hijau’. Salah satu pasar yang saat ini dinilai potensial adalah Singapura. Kerja sama antara Indonesia dan Singapura telah diteken melalui Memorandum of Understanding (MoU) pada 5 September 2024. Dalam kesepakatan tersebut, Indonesia berpotensi mengekspor hingga 3,4 gigawatt (GW) listrik hijau ke Singapura.
Proyek ekspor listrik ke Singapura memiliki nilai yang sangat besar, yakni mencapai 20 miliar dollar AS atau sekitar Rp 308 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.400 per dollar AS. Potensi kerja sama ini dinilai strategis dalam upaya mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan dan memperkuat hubungan ekonomi antara kedua negara. Meskipun demikian, Bahlil menegaskan bahwa kesepakatan final terkait ekspor ini belum terealisasi sepenuhnya.
Menurut Bahlil, saat ini yang ada hanya MoU, yang sifatnya tidak mengikat. Ia menegaskan bahwa meskipun belum ada kesepakatan ekspor yang konkret, potensi kerja sama antara Indonesia dan Singapura tetap berjalan dengan baik. Semua pihak terlibat dalam memastikan agar kerja sama ini dapat membawa manfaat bagi kedua negara dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Di sisi lain, Bahlil juga mengingatkan bahwa MoU tersebut hanyalah kesepahaman awal yang membutuhkan langkah lanjutan sebelum diwujudkan dalam bentuk perjanjian yang mengikat. Pemerintah masih harus melakukan berbagai kajian untuk memastikan bahwa ekspor listrik hijau ini benar-benar menguntungkan dan tidak mengganggu kebutuhan energi domestik.
Dalam berbagai kesempatan, Kemenko Marves menyatakan bahwa pihaknya siap untuk mendukung kebijakan Kementerian ESDM terkait ekspor listrik berbasis energi baru terbarukan ini. Pembahasan lebih lanjut antara kedua kementerian akan dilakukan dalam waktu dekat untuk menyusun langkah-langkah yang tepat dalam merealisasikan ekspor listrik hijau ke Singapura atau negara lain.
Pemerintah berharap ekspor listrik hijau ini dapat menjadi salah satu langkah strategis dalam memperkuat posisi Indonesia sebagai negara penghasil energi terbarukan di kawasan Asia Tenggara, sekaligus mendukung agenda global untuk mengurangi emisi karbon dan mempercepat transisi energi yang lebih ramah lingkungan.













