Cobisnis.com – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyampaikan, Kementerian Perdagangan telah mengimplementasikan pengenaan sementara tarif nol rupiah (Rp0) atas penerbitan surat keterangan asal (SKA) untuk barang asal Indonesia sejak 13 Oktober 2020 dan berlaku hingga 31 Desember 2020. Sebelumnya, tarif formulir SKA ditetapkan sebesar Rp25.000/set dan jumlahnya ditetapkan berdasarkan jumlah setoran yang dibayar. Upaya ini merupakan langkah Kemendag dalam mengakselerasi ekspor nasional.
“Dengan diadakannya pembayaran dari eksportir kepada pemerintah melalui bank, maka berkurang alur proses penerbitan SKA. Diharapkan dengan dipotongnya satu alur proses penerbitan SKA, hal tersebut dapat semakin memperlancar dan menstimulus ekspor. Implementasi pengenaan sementara tarif nol rupiah atas penerbitan SKA untuk barang asal Indonesia penting dilakukan untuk mengakselerasi ekspor nasional, khususnya di masa pandemi Covid-19,” jelas Mendag, dilansir laman resmi Kementerian Perdagangan RI, Selasa (20/10/2020).
Mendag juga mengungkapkan, ada sejumlah dampak positif dari pemberlakuan tarif nol terhadap jasa penerbitan SKA, antara lain eksportir akan menghemat biaya pengurusan dokumen ekspor sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekspor dalam masa pandemi Covid-19.
“Bagi UMKM, penurunan tarif sampai nol rupiah diharapkan dapat mendorong dan mendukung UMKM dalam meningkatkan kinerja ekspornya. Sementara bagi pelaku usaha besar dengan nominal jumlah formulir SKA yang besar, dapat merasakan keringanan biaya operasional perusahaan,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Marthin menjelaskan, Mendag Agus mengajukan usulan penghapusan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) jasa layanan penerbitan SKA kepada Menteri Keuangan melalui surat pada 30 April 2020.
“Penghapusan PNBP jasa layanan penerbitan SKA dalam jangka waktu tertentu ini juga sebagai implementasi arahan Presiden Joko Widodo pada Raker Kemendag untuk memberikan stimulus nonfiskal guna mengurangi dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap kegiatan ekspor,” ungkap Marthin.
Kemendag kemudian menindaklanjuti kebijakan tarif nol ini melalui Permendag No. 79 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Nol Rupiah Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Jasa Penerbitan SKA untuk Barang Asal Indonesia. “Meskipun bersifat sementara, namun tidak menutup kemungkinan aturan ini untuk diperpanjang,” imbuh Marthin.
Beberapa pokok ketentuan mengenai tarif formulir SKA yang diatur melalui Pemendag No. 79 tahun 2020 yaitu, formulir SKA yang diajukan eksportir kepada Instansi Penerbit SKA (IPSKA) secara elektronik dikenakan tarif Rp0 untuk semua jenis formulir SKA, baik SKA preferensi maupun nonpreferensi, kepada seluruh eksportir baik berskala kecil, menengah, maupun besar. Selain itu, IPSKA menetapkan jumlah formulir SKA yang diserahkan kepada eksportir pengguna SKA berdasarkan kinerja ekspor (past performance) dan/atau pertimbangan lain sesuai kebutuhan ekspor.
Sekadar informasi, saat ini ada 14 form SKA preferensi yang berbeda-beda sesuai dengan perjanjian dengan setiap negara tujuan ekspor dan 4 form SKA nonpreferensi. Adapun pada periode 2018—2020, nilai ekspor yang menggunakan SKA cenderung mengalami peningkatan, yaitu sebesar USD 127,61 miliar pada 2018; USD 132,30 miliar pada 2019; dan USD 93,14 miliar pada Januari—September 2020.
Sementara itu, pemanfaatan formulir SKA preferensi tercatat juga mengalami peningkatan, yaitu sebanyak 979,7 set pada 2018; 1 juta set pada 2019; dan 617,8 ribu set pada Januari— September 2020. Semakin banyak eksportir yang menggunakan SKA, maka akan berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor Indonesia.
Eksportir mempunyai peluang untuk dapat bersaing di negara tujuan ekspor karena mendapatkan preferensi berupa penurunan atau pembebasan tarif bea masuk ke suatu atau kelompok negara dengan menggunakan SKA preferensi.