JAKARTA, Cobisnis.com – Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap pemangkasan suku bunga Bank Sentral AS atau Federal Reserve (the Fed) dapat memberikan dampak positif bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Diketahui, dalam pertemuan Dewan Rapat Kebijakan Bank Sentral AS (FOMC) pada 17- 18 Desember 2024, The Fed memutuskan memangkas tingkat suku bunga acuannya sebesar 50 bps menjadi 4,75- 5 persen.
“Itu adalah langkah (The Fed) yang sudah diantisipasi. Tentu dampaknya terhadap perekonomian diharapkan positif, baik pada perekonomian AS tapi juga kepada seluruh dunia, karena higher for longer memang merupakan salah satu faktor yang memberikan dampak yang sangat besar terhadap kinerja perekonomian di negara-negara berkembang,” kata Sri Mulyani.
Meskipun suku bunga The Fed turun, saat rapat paripurna, Sri Mulyani menyampaikan bahwa perekonomian global ke depan tetap menantang.
Volatilitas ekonomi global masih dihantui dengan perlambatan ekonomi China, perekonomian Eropa yang masih lesu hingga kebijakan ekonomi politik AS pasca pemilihan umum yang masih belum pasti.
“Langkah ke depan masih menantang, tetap memiliki potensi yang menimbulkan volatilitas di pasar keuangan dan arus modal global yang menciptakan risiko terutama bagi negara-negara emerging market,” ujarnya.
Adapun untuk tahun 2025, The Fed memproyeksikan suku bunga berada di level 3,4 persen, yang mengindikasikan adanya pemotongan 100 bps atau 1 persen, sedangkan pada 2026, suku bunga diharapkan turun menjadi 2,9 persen atau dipangkas 50 bps.
Sementara pada konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) Rabu kemarin (19/9), BI telah menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6 persen. Suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility juga turun 25 bps menjadi masing-masing 5,25 persen dan 6,75 persen.