JAKARTA, Cobisnis.com – Federal Reserve (The Fed) merupakan bank sentral Amerika Serikat yang memiliki sejarah panjang, peran vital, dan pengaruh besar terhadap perekonomian global. Lembaga ini lahir dari kebutuhan untuk menstabilkan sistem keuangan AS setelah berulang kali dilanda krisis.
The Fed resmi berdiri pada tahun 1913 melalui Federal Reserve Act sebagai respons terhadap krisis perbankan di awal abad ke-20. Sejak itu, lembaga ini memegang peran sentral dalam menjaga stabilitas moneter dan keuangan di negara adidaya tersebut.
Meski berstatus sebagai bank sentral, The Fed bukanlah bank untuk masyarakat umum. Lembaga ini tidak menerima tabungan atau memberikan pinjaman kepada individu, melainkan berfokus pada pengaturan moneter, pengendalian inflasi, dan pengawasan sistem perbankan.
Struktur The Fed terdiri atas Dewan Gubernur di Washington DC serta 12 bank regional yang tersebar di kota besar seperti New York, San Francisco, dan Chicago. Kehadiran cabang regional ini memungkinkan The Fed merespons kondisi ekonomi yang beragam di seluruh Amerika Serikat.
Dari seluruh cabang, Federal Reserve Bank of New York dianggap paling berpengaruh. Hal ini karena bank tersebut mengelola operasi pasar terbuka, termasuk transaksi jual-beli obligasi pemerintah, yang secara langsung memengaruhi suku bunga acuan.
Berbeda dengan banyak bank sentral lain, The Fed mengemban mandat ganda. Tugasnya tidak hanya menjaga stabilitas harga melalui pengendalian inflasi, tetapi juga memastikan penciptaan lapangan kerja maksimum sebagai pilar pertumbuhan ekonomi.
Instrumen kebijakan utama yang dimiliki The Fed adalah suku bunga acuan, atau Federal Funds Rate. Perubahan suku bunga ini berdampak luas, dari biaya pinjaman konsumen dan investasi bisnis, hingga arus modal global dan nilai tukar dolar AS.
Pada 2014, sejarah baru tercatat ketika Janet Yellen menjadi perempuan pertama yang memimpin The Fed. Kepemimpinannya pada periode 2014–2018 semakin menegaskan keterbukaan lembaga ini terhadap keberagaman dalam posisi strategis.
Kebijakan The Fed selalu menjadi sorotan internasional. Keputusan menaikkan atau menurunkan suku bunga, atau meluncurkan kebijakan tidak konvensional seperti quantitative easing, berdampak langsung pada harga emas, obligasi, dan arus modal ke negara berkembang.
Pasca krisis finansial 2008, The Fed mencetak uang dalam jumlah besar untuk membeli obligasi pemerintah. Kebijakan quantitative easing ini membuat neraca The Fed membengkak lebih dari USD 4 triliun, sebuah langkah yang menjadi preseden baru dalam kebijakan moneter global.
Pengaruh The Fed sangat besar sehingga setiap pernyataan dari ketuanya, seperti Jerome Powell saat ini, dipantau ketat oleh pelaku pasar. Ucapan singkat bisa menggerakkan harga saham, obligasi, bahkan kurs mata uang dunia dalam hitungan menit.
Dengan mandat, sejarah, dan kebijakan yang dimilikinya, The Fed bukan hanya bank sentral Amerika Serikat, tetapi juga “bank sentral dunia” yang keputusannya selalu memengaruhi stabilitas ekonomi global.














