JAKARTA, Cobisnis.com – Perekonomian global berangsur-angsur mengalami pemulihan seiring dengan vaksinasi yang meningkat dan mobilitas masyarakat yang membaik. Amerika Serikat telah mengalami pemulihan ekonomi seiring dengan tingginya tingkat vaksinasi yang mencapai sekitar 57% dari populasi. Hal ini tercermin pada kinerja pasar saham yang terus mencatat rekor tertinggi dan tingkat valuasi yang relatif tinggi. Sementara itu, tingkat vaksinasi yang rendah masih menjadi penghambat utama pemulihan aktivitas ekonomi di Asia. Namun, ekonomi Asia masih memiliki potensi pemulihan lebih lanjut seiring dipercepatnya vaksinasi untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi secara berkesinambungan. Di tengah peningkatan vaksinasi, ekonomi Asia juga ditopang oleh peningkatan aktivitas perdagangan dan permintaan dari kawasan negara maju.
Dimas Ardhinugraha, Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menjelaskan potensi pemulihan ekonomi dan valuasi pasar yang menjadi proposisi menarik bagi investor yang forward looking.
PPKM
Kondisi makroekonomi Indonesia saat pembatasan sosial di kuartal kedua tahun ini (PPKM) jauh berbeda dengan saat pembatasan sosial di kuartal kedua tahun lalu (PSBB). Hal ini terlihat pada beberapa indikator domestik seperti aktivitas ekspor, realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dan vaksinasi. Saat PSBB, belum ada vaksinasi, aktivitas ekspor -12,5% YoY, target program PEN Rp 695 triliun dan baru terealisasi Rp 580 triliun di sepanjang tahun. Sementara saat PPKM, 68,1 juta warga telah divaksinasi, aktivitas ekspor telah mencapai 55,9% YoY, dan target stimulus PEN meningkat menjadi Rp 745 triliun dengan realisasi Rp 277 triliun hingga 16 Juli 2021.
Berkah di tengah pandemi
Di tengah pandemi yang masih dihadapi masyarakat Indonesia, terselip potensi sumber pertumbuhan baru yaitu di sektor ekonomi digital. Kehadiran dan inovasi sektor digital dalam kondisi pandemi memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi dengan memberikan sarana bagi masyarakat dan dunia usaha untuk melakukan berbagai aktivitas dan menghindari kelumpuhan total ekonomi. Merujuk e-Conomy SEA Google Temasek Bain & Company 2021, penetrasi pengguna digital baru di Indonesia tercatat tumbuh 37% sejak pandemi, dan menariknya 93% dari pengguna baru tersebut berniat untuk terus menggunakan layanan digital secara permanen setelah pandemi. Saat ini Indonesia memiliki nilai transaksi ekonomi digital tertinggi di Asia Tenggara. Di tahun 2025, diperkirakan Indonesia akan menyumbang 40% dari nilai ekonomi digital di Asia Tenggara, dengan e-commerce sebagai penyumbang terbesar bagi ekonomi digital Indonesia dengan perkiraan nilai US$ 83 miliar.
Peluang di pasar saham
Pemilihan investasi selektif pada sektor usaha yang menawarkan peluang pertumbuhan dan momentum yang baik sangat krusial untuk mendorong kinerja portofolio. Prospek ekonomi digital Indonesia yang sangat cerah mendorong tingginya minat investor akan sektor teknologi dan berpotensi meningkatkan bobot pasar saham Indonesia pada indeks global. Selain itu, masih ada potensi peluang pada beberapa saham big caps yang telah terkoreksi cukup dalam untuk dapat kembali unggul begitu situasi pandemi membaik dalam beberapa bulan mendatang.
Kinerja LQ45 yang masih tertekan sepanjang tahun ini mencerminkan kondisi perekonomian Indonesia yang masih kurang menentu menghadapi pandemi yang berkepanjangan. Namun, jika PPKM efektif menekan angka penyebaran COVID-19, ada harapan positif ke depan. Terlebih jika vaksinasi bisa diakselerasi untuk mencapai herd immunity sehingga dapat mencegah risiko gelombang kasus COVID-19 berikutnya yang dapat mempengaruhi pemulihan ekonomi.
Memang masih ada risiko yang perlu dicermati, seperti efektivitas penanganan pandemi, laju vaksinasi, perubahan komunikasi dan kebijakan The Fed, serta peningkatan kasus COVID-19 di sejumlah negara. Namun, saat ini adalah entry point yang menarik di reksa dana saham bagi investor yang forward looking, melihat potensi pemulihan ekonomi Indonesia. Sebagai gambaran, reksa dana Manulife Saham Andalan (MSA) dan Manulife Greater Indonesia Fund (MGIF), yang memperoleh rating bintang 5 dari Morningstar Rating pada Juni 2021, memiliki imbal hasil yang melampaui tolok ukur masing-masing. MSA membukukan imbal hasil sebesar 27,43% YTD Juli 2021 (melampaui tolok ukur MSA yaitu IDX80 sebesar -12,25%) dan MGIF memberikan imbal hasil 24,22% YTD Juli 2021 (melampaui tolak ukur MGIF yaitu IDX80 dalam USD pada -14,78%). Tentu perlu diingat bahwa reksa dana saham memiliki tingkat risiko dan volatilitas yang cukup tinggi, sehingga akan lebih sesuai untuk tujuan investasi jangka panjang.