Cobisnis.com – Meski digadang-gadang mampu atasi kerugian dengan pengawasan ketat dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selaku Komisaris Utama, nyatanya PT Pertamina (persero) alami kerugian hingga Rp11 triliun.
VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan sepanjang semester I-2020 Pertamina menghadapi triple shock yakni penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri serta pergerakan nilai tukar dollar yang berdampak pada rupiah sehingga terjadi selisih kurs yang cukup signifikan.
Melirik ke dalam laporan keuangan Pertamina, penurunan laba Pertamina akibat pendapatan usaha turun dari USD25,55 miliar menjadi USD 20,48 miliar yang disebabkan penjualan minyak dalam negeri seperti minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan produksi minyak yang turun hingga 20,91 persen menjadi USD16,56 miliar.
Sementara itu, beban produksi hulu dan lifting naik dari USD2,38 miliar menjadi USD2,43 miliar. Kemudian Beban operasional perusahaan ikut naik menjadi USD960,98 juta dari USD803,7 juta. Namun, beban pokok penjualan dan beban langsung lainnya turun dari USD21,98 miliar menjadi USD18,87 miliar. Laba kotor Pertamina tetap anjlok 55,05 persen menjadi USD 1,60 miliar.
Perusahaan plat merah itu juga alami rugi selisih kurs sebesar USD211,83 juta, di mana pada 2019 di periode yang sama, selisihnya masih positif USD 64,59 juta.
Sedangkan terkait penurunan permintaan, ungkap Fajriyah, terlihat pada konsumsi BBM secara nasional yang sampai Juni 2020 hanya sekitar 117 ribu kilo liter (KL) per hari atau turun 13% dibandingkan periode yang sama 2019 yang tercatat 135 ribu KL per hari. Bahkan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar terjadi penurunan demand mencapai 50%-60%.
Pandemi COVID-19, dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina. Ditambahkan Fajriah, dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi yang sangat tajam membuat kinerja keuangan kita sangat terdampak.
“Namun, Pertamina optimis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif, mengingat perlahan harga minyak dunia sudah mulai naik dan juga konsumsi BBM baik industri maupun retail juga semakin meningkat,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima pada Senin (24/8/2020).
Fajriyah menambahkan, optimisme Pertamina untuk mencapai kinerja positif di akhir tahun juga terlihat dari keberhasilan pencapaian kinerja positif pada laba operasi Juni 2020 sebesar USD443 juta dan EBITDA sebesar USD2,61 miliar yang menunjukkan kegiatan operasional Pertamina tetap berjalan dengan baik.
Untuk itu, lanjut Fajriyah, Pertamina telah melakukan sejumlah inisiatif untuk perbaikan internal dengan tetap melakukan penghematan sampai 30%. Tak hanya itu, Pertamina juga melakukan skala prioritas rencana investasi, renegosiasi kontrak eksisting serta refinancing untuk mendapatkan biaya bunga yang lebih kompetitif.
“Pertamina juga terus meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) sehingga menurunkan tekanan kurs dan bisa menekan biaya secara umum,” imbuh Fajriyah.
Menurut Fajriyah, kendati perusahaan mengalami rugi bersih pada semester I-2020 dibandingan dengan periode yang sama tahun lalu, Pertamina tetap memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat agar pergerakan ekonomi nasional tetap terjaga.
“Meski demand turun, seluruh proses bisnis Pertamina berjalan dengan normal. SPBU tetap beroperasi, pendistribusian BBM dan LPG juga tetap terjaga baik, kami memprioritaskan ketersediaan energi bagi rakyat,” tegas Fajriyah.
Pertamina, lanjut Fajriyah, juga tetap menjalankan proyek strategis nasional di sektor hulu seperti Jambaran Tiung Biru (JTB), tetap melakukan pengeboran sumur migas yang sudah berjalan serta terus menuntaskan megaproyek RDMP dan GRR untuk membangun ketahanan dan kemandirian energi nasional.
“Secara total produksi minyak dan gas bumi Pertamina Group baik untuk aset domestik maupun internasional mencapai 884,1 MBOEPD (ribu barel setara minyak per hari). Bahkan beberapa anak perusahaan hulu Pertamina pun mencatat kinerja positif dengan capaian target produksi sesuai target,” terang Fajriyah.
Sejalan dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), konsumsi BBM dalam negeri telah meningkat, dari sebelumnya diprediksikan penurunan 20 persen, kini penurunannya menjadi hanya sekitar 12 persen. “Peningkatan konsumsi BBM yang signifikan menunjukkan ekonomi nasional yang terus tumbuh di berbagai sektor, karena itu Pertamina optimis kinerja akhir 2020 tetap akan positif,” pungkas Fajriyah.