JAKARTA, Cobisnis.com – Harga rokok di banyak negara luar negeri jauh lebih mahal dibandingkan Indonesia. Kondisi ini bukan disebabkan biaya produksi yang tinggi, melainkan kebijakan pemerintah yang disengaja.
Faktor utama mahalnya rokok adalah pajak dan cukai yang tinggi. Di sejumlah negara Eropa dan Australia, pajak rokok bisa mencapai lebih dari 60 hingga 80 persen dari harga jual.
Kebijakan tersebut diterapkan sebagai upaya menekan jumlah perokok. Pemerintah memanfaatkan harga mahal untuk mengurangi konsumsi rokok, terutama di kalangan generasi muda.
Selain pajak, negara-negara tersebut memiliki kebijakan kesehatan publik yang ketat. Rokok dianggap sebagai penyebab utama beban biaya kesehatan jangka panjang.
Biaya pengobatan penyakit akibat rokok dinilai lebih besar dibandingkan pendapatan dari industri tembakau. Karena itu, harga tinggi dipakai sebagai alat pengendalian konsumsi.
Aturan ketat juga memengaruhi harga rokok. Banyak negara melarang iklan rokok, menerapkan kemasan polos, serta mewajibkan peringatan kesehatan besar di bungkus rokok.
Biaya kepatuhan terhadap regulasi tersebut ikut dibebankan ke harga jual. Produsen harus menyesuaikan proses produksi dan distribusi sesuai standar pemerintah.
Faktor daya beli masyarakat juga berperan. Di negara dengan pendapatan per kapita tinggi, harga rokok disesuaikan agar tetap memberi efek jera bagi konsumen.
Pemerintah juga menggunakan harga mahal sebagai strategi sosial. Dengan rokok sulit dijangkau, angka perokok pemula diharapkan terus menurun.
Secara keseluruhan, mahalnya rokok di luar negeri merupakan hasil kombinasi kebijakan fiskal, kesehatan, dan sosial, bukan semata-mata faktor pasar.














