NUSA DUA, Cobisnis.com – Chairman Asian Palm Oil Alliance (APOA), Atul Chaturvedi, menegaskan bahwa India masih akan bergantung pada Indonesia sebagai pemasok utama minyak kelapa sawit, meski negara tersebut tengah berupaya meningkatkan produksi domestik melalui program National Mission on Edible Oils – Oil Palm (NMEO-OP).
Dalam paparannya di gelaran IPOC 2025 yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Jumat (14/11/2025), Chaturvedi menyebut India menghadapi tantangan besar dalam mengejar ambisi swasembada minyak nabati. Berdasarkan evaluasi terkini, program NMEO-OP yang diluncurkan pada 2021 dinilai jauh meleset dari target.
Program NMEO-OP awalnya menargetkan perluasan kebun sawit domestik 1,67 juta hektare, produksi CPO pada 2030 2,8 juta ton.
Namun setelah empat tahun berjalan, capaian di lapangan menunjukkan hasil yang berbeda. Proyeksi realisasi luas tanam 2030 hanya 0,75 juta hektare, produksi CPO diperkirakan maksimal 1 juta ton.
Chaturvedi menjelaskan bahwa India telah menggelontorkan subsidi besar untuk benih, sarana produksi, hingga pelatihan petani, namun hambatan teknis dan iklim membuat perluasan perkebunan tidak secepat yang diharapkan.
Di sisi lain, permintaan minyak nabati India mencapai 8,25 juta ton dan diperkirakan naik signifikan seiring pertumbuhan ekonomi hingga 2047, ketika konsumsi diprediksi menembus 50 juta ton.
“Ini menunjukkan bahwa India tetap membutuhkan pemasok tepercaya seperti Indonesia,” tegas Chaturvedi.
Menurutnya, ketimpangan besar antara kebutuhan dan produksi domestik menjadikan Indonesia tetap berada di posisi strategis sebagai mitra dagang jangka panjang.
Meski India merupakan pasar yang sangat besar dan strategis, Chaturvedi mengingatkan agar Indonesia tetap waspada. Pasar India dikenal sensitif terhadap harga, sekaligus memiliki banyak alternatif substitusi minyak nabati.
Ia menilai Indonesia perlu terus meningkatkan daya saing, kualitas, serta stabilitas pasokan, sambil menguatkan komunikasi publik untuk merespons kampanye negatif mengenai minyak sawit.
“Reputasi minyak sawit perlu direhabilitasi melalui edukasi, agar konsumen India memahami fakta yang sebenarnya,” ujarnya.
Dengan perlambatan program NMEO-OP dan lonjakan permintaan minyak nabati, India dipastikan masih akan mengandalkan Indonesia sebagai pemasok utama minyak sawit di masa mendatang.
Chaturvedi menegaskan bahwa peluang besar ini harus dimanfaatkan melalui diplomasi dagang yang kuat, peningkatan kualitas, dan upaya menjaga citra positif minyak sawit Indonesia.














