Cobisnis.com – Seruan boikot produk merek asal Prancis mengancam penjualan beragam produk. Mungkin banyak yang tidak mengetahui ragam brand asal Prancis tersebar mulai dari produk kecantikan hingga otomotif.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang Januari-Juli 2020, Indonesia telah mengimpor barang dari Prancis senilai US$ 682 juta. Angka ini turun jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu.
Berikut sejumlah produk Prancis di Indonesia:
1. Produk fashion dengan berbagai brand asal Prancis yang banyak dikenal wanita dan pria seperti; Channel, Hermès, Louis Vuitton, Yves Saint Laurent, Lacoste, dan Pierre Cardin.
Brand kosmetik Prancis terkenal seperti; L’Oreal dan Garnier.
2. Produk makanan dan minuman yang sudah akrab di telinga konsumen Indonesia seperti; Danone, dan Kraft.
3. Brand otomotif dan energi seperti Renault, Peugeot, Michelin, Total, dan Elf.
4. Brand penginapan dan pariwisata Prancis terkenal seperti jaringan hotel Accor yang memiliki brand Ibis, Fairmont, Pullman, Novotel, Raffles, hingga Mercure.
Brand asal Prancis tersebut pantas khawatir. Di tengah krisis akibat pandemi Covid-19, brand tersebut juga menghadapi pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) lewat surat imbauan memboikot produk Prancis.
Surat imbauan tersebut ditandatangani Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas, dan Wakil Ketua Umum, Muhyiddin Junaidi, tertanggal 30 Oktober 2020.
“Memboikot semua produk yang berasal dari negara Prancis (Produk Prancis) serta mendesak kepada Pemerintah RI untuk melakukan tekanan dan peringatan keras kepada Pemerintah Prancis serta mengambil kebijakan untuk menarik sementara waktu Duta Besar RI di Paris hingga Presiden Emmanuel Macron mencabut ucapannya dan meminta maaf kepada Ummat Islam se-Dunia,” demikian surat imbauan MUI tersebut.
Barang Mewah
Pengamat ekonomi, Bhima Yudhistira, mengingatkan bahwa produk produk yang langsung didatangkan dari Prancis lebih pas jika yang melakukan boikot adalah masyarakat kelas menengah atas. Rata-rata produk Prancis, kata dia, masuk dalam kategori high-end market atau barang-barang mewah.
“Kalau crazy rich, artis, atau pejabat yang boikot produk Prancis baru dampaknya sangat terasa. Dulu saat normal juga ramai fenomena beli barang mewah lewat jasa titipan, tapi sekarang pelaku Jastip tidak bisa keluar negeri karena Covid-19. Ibaratnya barang Prancis sudah jatuh tertimpa tangga,” ujar Bhima di Jakarta, Selasa (3 November 2020).
Sementara itu, barang-barang milik perusahaan Prancis yang diproduksi di Indonesia sepertinya butuh seruan yang lebih masif agar efek boikot lebih terasa. Menurut Bhima, produk seperti makanan minuman juga dikonsumsi masyarakat kelas bawah setiap hari.
“Ini tidak semudah itu untuk diboikot. Susu SGM, berapa juta bayi yang minum susu formula ini? Aqua juga sudah jadi air minum dalam kemasan yang dikonsumsi banyak rumah tangga. Kecuali boikot-nya bersumber langsung dari Pemerintah, misalnya, keluarkan aturan stop distribusi semua produk Prancis, itu baru efeknya langsung merugikan Prancis,” ujarnya.
Pengamat ekonomi INDEF, Nailul Huda, menilai perdagangan Indonesia-Perancis sebenarnya tidak terlalu signifikan. Dan, memang ada merek produk Perancis yang sudah jadi konsumsi sehari-hari masyarakat Indonesia.
“Khusus untuk produk yang sudah melekat di masyarakat Indonesia, saya rasa susah untuk diboikot, misalnya merek Aqua,” kata Huda menambahkan.
Sementara merek dengan segmen kelas atas seperti LV atau Dior diyakininya tidak akan terpengaruh. Karena isu boikot bukan menjadi perhatian pangsa pasar LV dan Dior tersebut.
“Saya rasa isu boikot-boikot ini tidak akan berlangsung lama. Hanya sesaat saja,” ujarnya.