JAKARTA, Cobisnis.com – Jelang akhir 2021, pasar mulai mengkalkulasi pertumbuhan yang wajar di 2022. Salah satu yang yang dicermati pasar adalah kondisi paska kebijakan Fed tapering di bulan November ini.
Dana Moneter Internasional (IMF) telah menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB global tahun 2021 ke 5,9% dari sebelumnya di level 6,0%, sementara untuk proyeksi pertumbuhan di 2022 tetap di level 4,9%. Walaupun pertumbuhan PDB di 2022 lebih rendah dibandingkan 2021, proyeksi ini masih lebih tinggi dibandingkan data historis jangka panjang, dan tetap mendukung bagi pasar finansial.
Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Dimas Ardhinugraha mengatakan fokus pasar di November ini masih mengacu pada penerapan Fed tapering. Semua mengantisipasi peningkatan inflasi, sehingga pasar finansial mulai menyesuaikan ekspektasi peningkatan frekuensi kenaikan Fed Rate di 2022. “Namun sejauh ini The Fed memandang kenaikan inflasi bersifat sementara dan belum melihat potensi kenaikan suku bunga secara agresif,” ujar Dimas di Jakarta (11/11/2021).
Berbeda dari Amerika Serikat (AS), tekanan inflasi di Asia saat ini relatif lebih terjaga. Karena dipengaruhi oleh pembatasan aktivitas ekonomi, intervensi pemerintah atas harga energi, dan juga pangan yang berkontribusi besar dalam keranjang inflasi. “Di tengah kebijakan fiskal yang lebih ketat, outlook kebijakan moneter Asia diperkirakan tetap akomodatif dan menjadi salah satu faktor pendorong utama pemulihan ekonomi,” katanya.
Di kawasan Asia Tenggara, ASEAN termasuk Indonesia, yang sempat mengalami mismanagement penanganan pandemi, dukungan stimulus yang tidak terlalu agresif, dan pembukaan aktivitas ekonomi yang kurang merata, justru memiliki ruang ekspansi ekonomi yang lebih tinggi di 2022. “Kondisi ini diharapkan memberikan sentimen yang positif terhadap perekonomian dan pasar finansial Indonesia,” tambahnya.
Pasar obligasi kini lebih siap dalam menghadapi tren perubahan sentimen global ini. Faktor kepemilikan asing yang jauh lebih rendah dibandingkan periode-periode sebelumnya, dinamika pasokan obligasi yang lebih baik dan tingkat imbal hasil obligasi Indonesia yang menarik diharapkan dapat meredam dampak kebijakan moneter The Fed yang lebih ketat di 2022. “Fundamental makro yang lebih baik dan stabilitas eksternal yang terus diperkuat diharapkan dapat menjaga volatilitas pasar obligasi Indonesia,” lanjutnya.
Di pasar saham, aliran dana asing masuk pasar saham semakin kuat bahkan menjelang pengetatan moneter The Fed. Minat terhadap saham kapitalisasi besar mulai menunjukkan perbaikan didukung oleh membaiknya situasi pandemi dalam negeri.
Sementara itu, saham ekonomi digital menawarkan prospek jangka panjang yang menarik didukung tren struktural industri yang mengarah ke digital dan potensi inklusi pada indeks saham global.