JAKARTA, Cobisnis.com – Setelah sempat mencapai level tertingginya di 6.754 pada perdagangan di bulan November, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya melemah 0,9% secara bulanan. Pelemahan ini tidak lepas dari perkembangan COVID-19 varian Omicron yang mulai menyebar di berbagai negara sejak akhir bulan November lalu.
Untuk bulan Desember, Mirae Asset Sekuritas Indonesia memproyeksikan IHSG akan bergerak di rentang terbatas. Ketidakpastian mengenai pemulihan ekonomi pasca penyebaran varian Omicron diperkirakan akan membebani pergerakan IHSG di bulan ini. Secara teknikal, Mirae Asset Sekuritas
memperkirakan IHSG akan bergerak di rentang 6.394 hingga 6.687.
Sementara itu, rencana Federal Reserve untuk mempercepat penyelesaian tapering dan proyeksi penaikan Fed Rate (suku bunga Federal Reserve) juga menjadi katalis negatif bagi IHSG.
“Meskipun demikian, harapan akan terjadinya window dressing di akhir tahun menjadi alasan kami
merekomendasikan saham-saham kapitalisasi besar di sektor perbankan, industri, dan infrastruktur.
Saham-saham pilihan kami untuk bulan Desember ini, antara lain, BBCA, BBRI, BMRI, BBNI. ASII, UNTR, TLKM, EXCL, dan ISAT. Pilihan tersebut mengkombinasikan saham-saham yang defensif seperti sektor
telekomunikasi dan sektor yang sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti perbankan dan industry,” komentar Martha Christina, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia dalam rilisnya hari ini (9/12/2021).
Sementara itu, fundamental makroekonomi domestik masih tetap kuat. Bahkan lembaga pemeringkatan global Fitch Ratings kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada
peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil. Membaiknya permintaan domestik ini menyebabkan tingkat inflasi Indonesia berada pada posisi relatif stabil dan terkendali, dengan realisasi
inflasi dan inflasi inti per November 2021 menjadi 1,75% dan 1,44% secara tahunan (year-over-year), naik dari 1,66% dan 1,33% yoy pada Oktober 2021 lalu.
Di sisi lain, Indeks Keyakinan Konsumen per November 2021 semakin berada di level optimistis pada angka 118,5. “Angka tersebut merefleksikan terjadinya peningkatan aktivitas ekonomi dan penghasilan masyarakat secara signifikan,” demikian Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset
Sekuritas Indonesia, mengomentari stabilnya angka IKK.
Bank Indonesia melaporkan bahwa cadangan devisa Indonesia per November 2021 mencapai USD 145,9 miliar, naik USD 40 miliar dibandingkan cadangan devisa bulan Oktober lalu. Kenaikan cadangan devisa ini menjadi landasan kuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi, sistem keuangan, serta mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Seiring meningkatnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama dan kenaikan harga komoditas dunia, pada kuartal III 2021 Indonesia juga berhasil mencatatkan surplus neraca pembayaran
sebesar USD 10,69 miliar, setelah sebelumnya pada kuartal II 2021 mengalami defisit sebesar USD 450 juta.
Secara global, pemulihan ekonomi masih berlanjut seiring dengan ekspansifnya kinerja PMI Manufaktur Global selama 17 bulan berturut-turut dengan angka indeks 54,1 per November 2021. Indonesia juga
mencatatkan kinerja PMI Manufaktur yang ekspansif per November 2021 ini pada angka 53,9, meski turun dari angka sebelumnya 57,2. Angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan kinerja PMI
Manufaktur negara-negara anggota ASEAN lainnya. Hal ini menandakan bahwa aktivitas perekonomian domestik masih berjalan dengan baik seiring dengan pelonggaran kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Sementara itu, harga komoditas dunia seperti minyak, gas, maupun batu bara mengalami penurunan seiring komitmen kuat dari Amerika Serikat, Rusia, maupun China untuk meningkatkan pasokan.
Pelaku pasar terus mencermati dinamika perkembangan varian baru COVID-19, Omicron, yang dikategorikan
WHO sebagai variant of concern (VoC); sikap hawkish The Fed terkait kebijakan tapering; disrupsi rantai pasokan yang memengaruhi kenaikan inflasi global; maupun dinamika kebijakan pagu utang Amerika Serikat. Hal tersebut mengingat posisi Volatility Index (VIX) sudah berada di atas level 30.
Secara umum, pemulihan ekonomi Indonesia diproyeksikan semakin progresif menyongsong era normalisasi perekonomian global pada 2022. Kementerian Keuangan memproyeksikan Outlook pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 akan berkisar pada 3,5% – 4,0%. Sementara itu, pemerintah, Bank Indonesia, dan Badan Anggaran DPR RI menyepakati pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 sebesar 5,2%.