Cobisnis.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong pelaksanaan sertifikasi untuk pegawai yang manjalankan fungsi penagihan alias debt collector pada perusahaan pembiayaan.
“Langkah ini sebagai salah satu upaya OJK melihat masih banyaknya penarikan barang hasil pembiayaan oleh debt collector dengan cara-cara yang tidak sepatutnya,” kata Kepala Departemen Industri Keuangan Non-Bank 2B OJK Bambang W Budiawan di Jakarta, Rabu 13 Maret 2020.
Selain itu, OJK akan terus melakukan pengawasan dan monitoring atas implementasi ketentuan Pasal 48 Peraturan OJK (POJK) Nomor 35/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. “Ini khususnya terkait dengan penggunaan pihak ketiga sebagai external collector,”
Dalam hal perusahaan tetap menggunakan jasa external collector dalam proses penagihan, perusahaan wajib memiliki prosedur internal mengenai tata cara proses penagihan dan kodeetik yang harus dipedomani external collector tersebut termasuk pedoman apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh penyedia jasa external collector tersebut.
Selain itu, perusahaan juga harus melaksanakan prosedur penagihan yang dilakukan kepada debitur dan tidak langsung melakukan eksekusi penarikan kendaraan jaminan tanpa melewati serangkaian prosedur penagihan yang telah ditetapkan seperti pemberian surat peringatan dan lainnya.
Untuk menjaga aspek prudensial dan perlindungan konsumen, kerja sama yang dibuat antara perusahaan dengan external collector tersebut wajib dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. “Kemudian, perusahaan bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan external collector,” ujar Bambang.
Asal tahu saja, pascakeputusan Mahkamah Konstitusi mengenai perjanjian fidusia, di masyarakat muncul multitafsir mengenai penarikan barang hasil pembiayaan. Dengan adanya putusan MK, menurut Bambang, tidak menghapuskan kekuatan eksekutorial atas jaminan fidusia.
Perusahaan pembiayaan tetap dapat melakukan eksekusi jaminan fidusia sepanjang ada kesepakatan antara debitur dan perusahaan atas adanya cidera janji sebagaimana tertuang dalam perjanjian pembiayaan dan adanya penyerahan sukarela dari debitur kepada perusahaan.
Mengingat manfaat dan peran penting perusahaan pembiayaan, OJK akan terus melakukan pengawasan terhadap industri pembiayaan untuk terus tumbuh secara sehat dan kredibel, serta memiliki daya tahan terhadap krisis.
“Industri pembiayaan diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara pertumbuhan piutang pembiayaan dan penyediaan aspek perlindungan konsumen, sehingga dengan sendirinya akan tercipta market confidence terhadap industri pembiayaan yang dapat berdampak pada pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan,” papar dia.
OJK juga, lanjut Bambang, akan terus melaksanakan fungsi literasi dan inklusi keuangan sehingga masyarakat Indonesia mendapatkan pemahaman yang menyeluruh berkenaan dengan dampak industri pembiayaan khususnya risiko serta manfaat yang dapat diperoleh masyarakat.
Di atas semua itu, masyarakat dan perusahaan pembiayaan harus lebih memahami isi perjanjian saat transaksi di perusahaan pembiayaan sehingga mencegah terjadinya permasalahan di kemudia hari. “Perusahaan pembiayaan dilarang menggunakan perusahan jasa penagih yang tidak bersertifikat atau melakukan cara-cara yang tidak patut,” ucap Bambang tandas.