JAKARTA, Cobisnis.com – Saat ini Pemerintah berencana melakukan redenominasi rupiah. Rencana ini langsung menuai komentar dan viral. Sebab, bila hal ini diterapkan, maka nilai mata uang rupiah menjadi nominal yang lebih kecil atau sederhana. Ada tiga angka nol pertama yang akan hilang di uang rupiah bila rencana ini jadi dijalankan. Uang Rp1000 menjadi Rp1, Rp10.000 menjadi RP10, Rp100.000 menjadi Rp100, dan Rp1000.0000 menjadi Rp1000.
Usulan ini sudah lama digaungkan, tepatnya oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution pada 2010. Namun, usulan itu menguap begitu saja, hingga pada 2017, Gubernur BI periode 2013-2018 Agus Martowardojo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menemui Presiden dengan membawa RUU Redenominasi Mata Uang yang sudah siap untuk diusulkan ke DPR.
Lagi-lagi, proyek itu tak juga dijalankan karena belum menjadi prioritas utama pemerintah saat itu sehingga harus tertunda. Pada 2020 Sri Mulyani membuka lagi wacana redenominasi dengan sejumlah langkah persiapan untuk dapat diberlakukan efektif pada 2025. Kementerian Keuangan pun telah memasukkan RUU Redenominasi Mata Uang dalam program Legislasi Nasional Jangka Menengah periode 2020-2024.
Masyarakat awam pun bertanya, apa yang dimaksud dengan redominasi, apa manfaat dan kerugiannya? Berikut penjelasannya:
Redenominasi adalah proses mengganti mata uang yang berlaku dengan denominasi yang lebih baru. Dalam redenominasi, mata uang yang ada diganti dengan denominasi yang lebih kecil atau lebih besar, tetapi nilai intrinsiknya tetap sama. Dengan kata lain, mata uang rupiah tidak bekurang nilai tukar atau daya belinya. Kalau kita biasa membeli gorengan Rp1000 per buah, maka ketika redenominasi dijalankan harganya tetap Rp1. Tujuan utama dari redenominasi adalah untuk mempermudah transaksi dan penghitungan nilai uang serta menyederhanakan sistem moneter.
Keuntungan dari redenominasi antara lain:
Efisiensi Transaksi: Redenominasi dapat mempermudah transaksi sehari-hari karena memperkecil jumlah digit yang harus dihitung dan dikendalikan. Misalnya, dengan redenominasi, harga barang dan jasa dapat dinyatakan dalam angka yang lebih kecil, sehingga memudahkan penghitungan dan meminimalkan kesalahan.
Penyederhanaan Sistem Moneter: Redenominasi membantu menyederhanakan sistem moneter dengan menghilangkan denominasi yang lebih rendah atau tidak diperlukan. Ini dapat mengurangi kompleksitas sistem dan memudahkan pemahaman masyarakat tentang nilai uang.
Perbaikan Citra Ekonomi: Redenominasi dapat memberikan kesan perbaikan pada citra ekonomi suatu negara. Hal ini dapat memberikan keyakinan kepada masyarakat dan investor bahwa pemerintah sedang mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan stabilitas ekonomi.
Namun, redenominasi juga dapat memiliki beberapa kerugian, antara lain:
Biaya Implementasi: Redenominasi membutuhkan biaya yang signifikan untuk implementasinya, termasuk mencetak atau mengganti uang baru, mengubah sistem perbankan dan keuangan, serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang perubahan tersebut.
Gangguan Ekonomi Sementara: Proses redenominasi dapat menyebabkan ketidakstabilan sementara dalam aktivitas ekonomi. Perubahan sistem yang melibatkan perubahan nilai uang dapat mempengaruhi harga barang dan jasa, serta mengganggu transaksi bisnis.
Potensi Kesalahan dan Penipuan: Selama periode transisi, ada potensi kesalahan dan penipuan terkait dengan penggunaan yang salah atau pemalsuan mata uang baru. Masyarakat perlu waspada terhadap upaya penipuan selama proses redenominasi.
Penting untuk dicatat bahwa dampak dan keuntungan dari redenominasi dapat berbeda-beda tergantung pada konteks dan kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah. Keputusan redenominasi biasanya diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, inflasi, stabilitas mata uang, dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.