Cobisnis.com – Meluasnya kasus virus corona alias covid-19 dipastikan bakal memperlambat pertumbuhan ekonomi dan sektor usaha. Bagaimana dampaknya di industri perusahaan pembiayaan?
Kepala Departemen Industri Keuangan Non-Bank 2B OJK Bambang W Budiawan menjelaskan, pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan kepada debitur sebagian besar untuk kendaraan bermotor untuk kegiatan produktif maupun konsumtif, termasuk alat berat, mesin-mesin produksi dan barang produktif maupun konsumtif lainnya.
Perekonomian Indonesia cukup stabil selama tahun 2015-2019 dengan tingkat pertumbuhan compound annual growth rate (CAGR) sebesar 5%. Sektor pariwisata berkontribusi 4,8% dari total Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) nasional dengan CAGR 9%.
“Pertumbuhan sektor pariwisata didukung oleh ketersediaan transportasi ke destinasi pariwisata, peningkatan turis asing, peningkatan investasi pada 10 destinasi wisata prioritas yang telah ditetapkan pemerintah,” ujar Bambang di Jakarta, Rabu 11 Maret 2020.
Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 5% hingga 5,4%. Namun, pemburukan kondisi makroekonomi akibat penyebaran virus corona merupakan risiko yang perlu diwaspadai seluruh pihak. Bank Indonesia telah mengestimasi pada kuartal pertama 2020 terjadi perlambatan ekonomi global menjadi hanya sebesar 4,9% dikarenakan merebaknya virus corona.
Pembatasan jalur transportasi dan akses pariwisata dengan China oleh beberapa negara yang terkena dampak virus corona akan menekan sektor pariwisata karena adanya travel warning dan penurunan minat para pelaku wisata.
“Hal tersebut akan cukup berdampak pada debitur di sektor pariwisata yang memiliki usaha menyediakan moda transportasi dengan sumber pendanaan dari perusahaan pembiayaan,” papar Bambang.
Namun demikian, kata dia, porsi pembiayaan untuk kendaraan yang mendukung kegiatan pariwisata tidak terlalu signifikan dari total portofolio industri pembiayaan.
Lihat saja, outstanding piutang pembiayaan pariwisata untuk Januari 2020 adalah sebesar Rp12,10 triliun atau menurun sebesar 0,77% dari piutang pembiayaan pariwisata Desember 2019 sebesar Rp12,20 triliun. Selanjutnya, penyaluran piutang pembiayaan pariwisata pada bulan januari 2020 adalah sebesar Rp668,86 miliar atau lebih rendah dibandingkan posisi januari 2019 sebesar Rp767,65 miliar.
“Berdasarkan hasil pengawasan kami, penurunan piutang pembiayaan pariwisata banyak terjadi didaerah pariwisata seperti Bali, Batam, Manado dan Yogyakarta,” ungkap Bambang.
Selain potensi dampak terhadap penurunan penyaluran, perlambatan ekonomi akibat virus corona juga berpotensi meningkatkan rasio non performing finance (NPF) di industri pembiayaan. “Debitur dari perusahaan pembiayaan yang memiliki supply chain bisnis dari suplyer di China juga berpotensi mengalami perlambatan bisnis,” tuturnya.
Jika diperlukan, kata dia, OJK dapat mengambil langkah-langkah stimulus untuk menjaga pertumbuhan, kualitas portofolio pembiayaan atau kestabilan industri pembiayaan, sebagaimana dilakukan juga oleh beberapa negara yang terdampak.
“OJK terus melakukan monitoring atas dampak virus corona pada pertumbuhan piutang pembiayaan pada triwulan I. Apabila dampak ini berkelanjutan, tentu saja hal tersebut dapat menyebabkan adanya koreksi pertumbuhan piutang pembiayaan khususnya di bidang pariwisata,” ucapnya.
Di atas semua itu, dampak corona sangat bergantung pada seberapa cepat dan luas penyebaran virus corona, serta seberapa cepat penanganannya oleh petugas kesehatan di lapangan.
“Dengan melihat aksi kongkrit pemerintah dalam menyiapkan dan melaksanakan protokol penanganan virus corona, kami optimistis pembiayaan pariwisata masih ada potensi tumbuh terutama untuk destinasi wisata yg masih banyakan dikunjungi wisatawan lokal,” dia membeberkan.
Selain virus Corona, tantangan lain pertumbuhan industri perusahaan pembiayaan adalah dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang juga berdampak ke pertumbuhan industri otomotif dan industri alat berat. “Saat ini pertumbuhan industri otomotif di Indonesia diperkirakan masih stagnan sehingga menyebabkan kompetisi yang cukup ketat,” ungkap dia.
Sektor industri alat berat juga masih sangat sensitif dengan harga komoditas global, harga batu bara dan harga crude palm oil alias CPO yang cendrung menurun sehingga dapat mengakibatkan adanya penurunan permintaan alat berat. “Meski terdapat perluang, namun industri Perusahaan Pembiayaan perlu waspada terhadap tantangan yang menghadang,” pungkas Bambang.