JAKARTA, Cobisnis.com – Permaisuri Belanda Maxima berpartisipasi dalam perhelatan The 3rd Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 yang merupakan rangkaian agenda pertemuan G20. Dalam pidatonya secara virtual, Ratu Belanda itu menyoroti secara langsung pelaku fintech di Indonesia agar berhati-hati seiring dengan makin majunya inovasi teknologi.
“Teknologi yang maju, misalnya dengan kehadiran super-app, akan makin meningkatkan celah risiko,” ujarnya seperti yang dilansir Bank Indonesia, Senin, 13 Desember.
Menurut dia, para pemangku kepentingan harus terus memantaunya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memitigasi risiko-risiko yang ada.
“Antisipasi-antisipasi terhadap risiko ini dapat dilakukan dengan kolaborasi erat bersama asosiasi-asosiasi yang kuat,” tuturnya.
Selain itu, Ratu Maxima menekankan pemerintah punya peranan sangat penting untuk mengembangkan visi untuk masa depan dunia digital, termasuk mengidentifikasi tata kelola yang dibutuhkan dan infrastruktur yang dibutuhkan.
“Memberikan infrastruktur yang terstandarisasi akan sangat mendukung sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Salah satunya yang telah dilakukan di Indonesia dengan inovasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yang diluncurkan pada 2019,” ucap dia.
Sebelumnya, Ratu Maxima tercatat menaruh perhatian lebih terhadap aktivitas ekonomi RI di ranah digital. Pada pertemuan KTT G20 di Roma, Italia beberapa waktu lalu, dia menyampaikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang mendukung perkembangan UMKM dengan menggandeng layanan ojek online (ojol).
“Ratu Maxima turut mengapresiasi program ekonomi inklusif Indonesia dengan adanya kehadiran layanan ojek daring,” demikian siaran pers Istana yang dirilis Minggu, 31 Oktober.
Seperti yang diketahui, perkembangan industri keuangan digital di Indonesia terjadi cukup masif. Salah satu yang kini sedang menjamur adalah keberadaan perusahaan pinjaman online (pinjol) yang merupakan bagian dari financial technology (fintech).
Hadirnya pinjol dinilai memberikan kesempatan perluasan inklusi keuangan di masyarakat, khususnya bagi kalangan yang tidak bankable. Meski demikian, keberadaan entitas pinjol juga dibarengi dengan menjamurnya pinjol ilegal.
Kondisi ini diperparah oleh tingkat literasi keuangan masyarakat yang cukup rendah meski level inklusi keuangan meningkat pesat. Pasalnya, tingkat inklusi tinggi dengan literasi rendah menunjukkan potensi risiko yang besar karena meski masyarakat memiliki akses keuangan, sebenarnya mereka tidak memahami fungsi dan risikonya.