JAKARTA, Cobisnis.com – Konsistensi Komnas Perlindungan Anak dalam memperjuangkan hak-hak anak sudah tak bisa diragukan lagi. Begitu juga terhadap perjuangan dalam melindungi balita, bayi dan janin agar terbebas dari Bisphenol A atau BPA.
Selama ini Komnas Perlindungan Anak telah berjuang keras agar BPOM sebagai regulator mengatur pelabelan pada galon guna ulang dan kemasan yang mengandung BPA. Perjuangan itu seolah akan membuahkan hasil saat BPOM merampungkan rancangan Perubahan Kedua atas Perka No. 31 Tahun 2018 Tengang Label Pangan Olahan.
“Tapi sayang rancangan Perubahan Kedua atas Perka No 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan itu belum juga ditandatangani. Konon, Kemenko Perekonomian telah mengintervensi Sekretaris Kabinet sehingga presiden belum menandatangani,” kata Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait.
Pernyataan tersebut ada dalam Dialog Ilmiah bertajuk “Demi Anak Indonesia Terbebas Dari Kemasan BPA” yang digelar di auditorium kantor Komnas Perlindungan Anak di kawasan TB SImatupang, Jakarta Timur, Kamis, 21 April 2022.
Dialog ilmiah yang digelar dalam rangka memperingati hari Kartini tersebut juga mengundang para Kartini Milenial seperti, Wakil Ketua Pengurus Pusat Persatuan Dokter Umum Indonesia, dr Hartati B Bangsa, Ketua Asosiasi Ibu Menyusui (AIMI) Nia Umar dan Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB.
“Dalam rangka hari Kartini, kita mau mengampanyekan agar Ibu – Ibu punya pengetahuan tentang bahaya BPA. Karena cukup berbahaya kalau tidak, kita lebih bagaimana menyelamatkan anak, ” tandas Arist Merdeka.
Keyakinan Arist tentang bahaya BPA yang terdapat pada galon guna ulang polycarbonat makin diperkuat dari presentasi secara virtual oleh Wakil Ketua Pengurus Pusat Persatuan Dokter Umum Indonesia dr Hartati B Bangsa. Menurut dr Hartati B Bangsa, cemaran senyawa BPA tidak hanya berbahaya bagi bayi dan balita. Akan tetapi berbahaya juga bagi orang dewasa yang sudah memiliki sistem imun. Bayi paling rentan terkena dampak paparan BPA sebab sistem saraf dan endokrin belum berkembang dengan sempurna.
” Jadi, rentannya bayi kita karena mereka belum punya mekanisme pertahanan untuk mengawal. Karena sistem pertahanan kita dalam tubuh akan berkembang seiring siklus kehidupan berjalan, ” papar dr Hartati B Bangsa.
Masih menurutnya, konsumsi BPA yang sering dan dalam jumlah besar bisa mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak anak. Di antaranya mempengaruhi senyawa yang diproduksi otak sehingga memicu kelainan, salah satunya aitisme.
Lebih mengerikan lagi ternyata bayi bisa terkena paparan BPA lewat ASi yang diberikan ibunya. Mengingat senyawa BPA itu mudah larut dalam air.
“Pada Ibu dengan kondisi menyusui maka air susunya juga bisa menjadi media pengantar (BPA) itu akan larut, itu akan terbawa ke dalam ASI, ” ujarnya.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) mengungkapkan dukungannya kepada pemerintah agar segera mengesahkan rancangan Perubahan Kedua atas Perka No 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan. Sehingga galon guna ulang yang mengandung BPA segera diberi label. Sebab menurut Nia Umar, senyawa BPA memiliki sifat tidak terlihat karena tidak bisa dicium maupun dirasakan.
Hal yang sama juga disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB Arzeti Bilbina S. E, M. A. P mengajak masyarakat untuk mengawal aturan pelabelan BPA tersebut.
“Kita tidak bisa sendiri, kita harus bersama bergandengan tangan untuk mengawal pemerintah segera melabeli (galon guna uang yang mengandung) Bisphenol A. Di sini kita berbicara bagaimana menghadirkan atau memfasilitasi generasi emas dengan dimulai dari tumbuh kembang yang baik, ” tegasnya.
Usai menggelar dialog, acara ditutup dengan pernyataan sikap yang dibacakan secara bersama – sama oleh seluruh peserta. Adapun pernyataan sikap dan tekad dari Kartini Milenial tersebut terdapat tiga pernyataan :
“1. Kami bertekad akan berjuang untuk melindungi kesehatan anak anak Indonesia. 2. Kami bertekad mendukung kebijakan BPOM yang sejalan dengan kesehatan anak anak. 3. Kami mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan rancangan Perubahan Kedua atas Perka No 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan.”