JAKARTA,Cobisnis.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong penyerapan produk keramik dalam negeri, termasuk melalui belanja berbasis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga produk-produk keramik nasional mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Salah satu yang menjadi fokus Kemenperin adalah agar produk-produk nasional kami cepat mendapatkan sertifikasi,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 24 Februari.
Menperin Agus menyebut, ada beberapa regulasi berkaitan dengan kewajiban untuk menggunakan produk dalam negeri yang terus digaungkan pihaknya, termasuk regulasi penjumlahan nilai bobot Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40 persen.
Menurut Agus, industri keramik nasional memiliki prospek cerah seiring dengan pertumbuhan pasar domestik yang terus meningkat melalui banyaknya proyek infrastruktur pemerintah.
Peluang pengembangan industri keramik tanah air salah satunya didukung oleh proyek pemerintah yang potensial, yakni pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang sedang berlangsung saat ini.
“Ini menjadi potensi besar bagi industri dalam negeri, termasuk bagi industri keramik dan pendukungnya. Tentunya, kami tidak mau pembangunan IKN diisi oleh produk-produk yang bukan berbasis dalam negeri. Sehingga, saya harap roadmap industri keramik nasional mampu mengisi kebutuhan-kebutuhan pembangunan IKN,” ujarnya.
Dalam roadmap industri keramik yang disampaikan Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI), produksi keramik 551 juta meter persegi ditingkatkan menjadi 625 juta meter persegi, kemudian ditingkatkan lagi hingga 810 juta meter persegi untuk memenuhi target angka perkapita penggunakan keramik di negara-negara Asia Tenggara yang sebesar tiga meter persegi.
Apabila, target tersebut terpenuhi akan menjadikan Indonesia sebagai produsen keramik keempat terbesar di dunia dan terbaik di Asia.
“Kemenperin akan terus mendampingi dan mendukung target tersebut. Terlebih, industri keramik ditargetkan mencapai utilisasi di atas 82 persen hingga 2024. Saat ini, utilisasinya mencapai 78 persen,” ucap Agus.
Melihat potensi pengembangan yang besar, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menjaga keberlangsungan iklim usaha yang kondusif, serta terus mendorong utilitas produksi industri keramik dalam negeri.
Salah satu kebijakan tersebut adalah insentif Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi industri pada harga 6 dolar AS per MMBTU. Industri keramik merupakan salah satu penerimanya.
“Memperjuangkan kebijakan harga gas untuk industri sebesar 6 dolar AS per MMBTU ini tidak mudah. Namun, kami memegang prinsip no one left behind, agar industri nasional mendapatkan harga gas yang kompetitif, sehingga produk-produknya akan jauh memiliki daya saing dibanding produk negara lain,” ungkapnya .
Menurut Agus, peningkatan daya saing industri keramik juga dapat diraih melalui penerapan prinsip industri hijau dengan produksi yang ramah lingkungan. “Selanjutnya, yang perlu menjadi perhatian adalah memperkenalkan teknologi baru, sehingga produk menjadi daya saing tinggi dan tidak berhenti berinovasi,” tuturnya.
Agus menambahkan, meski pasar dalam negeri masih berpotensi tinggi bagi industri keramik, pihaknya terus mendorong agar subsektor manufaktur tersebut melihat peluang-peluang perluasan ekspor ke negara-negara yang sustainable.
“Saya mengajak ASAKI agar lebih agresif untuk menembus pasar ekspor ke negara-negara yang berpeluang menjadi pasar berkelanjutan bagi produk-produk keramik dan pendukungnya,” jelas dia.
Sementara, Ketua Umum ASAKI Edy Sutanto mengapresiasi, upaya-upaya Kemenperin untuk mendorong keberlangsungan industri keramik nasional. Melalui berbagai kebijakan yang dikeluarkan Kemenperin tersebut, industri keramik nasional mampu terus ekspansi, serta pulih lebih cepat setelah dihantam pandemi COVID-19 .
Edy menyebut, kebijakan-kebijakan Kemenperin telah dirasakan sebagai bagian solusi untuk permasalahan yang dihadapi para pelaku industri keramik, terutama dengan kehadiran Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) yang terbukti sangat efektif di tengah pandemi COVID-19 saat itu.
“Kebijakan tersebut memberikan kami keleluasaan dan kemampuan untuk bisa beroperasi normal. Ini adalah ucapan dari 150 ribu karyawan yang tergabung dalam ASAKI atas sebuah kebijakan yang luar biasa,” imbuhnya.