Cobisnis.com – Di tengah pelemahan tajam bursa saham, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan siap mengeluarkan kebijakan yang diperlukan untuk menyikapi dinamika pasar selanjutnya. Seperti apa?
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengatakan pihaknya memperhatikan perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sampai perdagangan sesi pertama Senin 9 Maret 2020. “OJK memantau dengan cermat dan hati-hati kondisi pasar modal kita, termasuk kondisi pasar regional dan global. OJK siap mengeluarkan kebijakan yang diperlukan pada saat OJK menilai bahwa perlu dilakukan kebijakan tertentu menyikapi dinamika pasar selanjutnya,” katanya di Jakarta, Senin 9 Maret 2020.
Pada sesi pertama perdagangan Senin, 9 Maret 2020, IHSG ditutup melemah tajam 232,256 poin (4,22%) ke posisi 5.266,284. Sepanjang perdagangan sesi pertama, indeks mencapai level tertingginya di 5.364,604 atau melemah 133,936 poin dan terendahnya di 5.265,261 atau melemah 233,279 poin dari posisi pembukaan di angka merah 5.364,604.
Suryo N dari PT Valbury Sekuritas Indonesia mengatakan, beberapa sentimen berpengaruh pada pergerakan bursa saham domestik. Antara lain, sentimen pasar dari dalam negeri di mana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa turun sekitar 0,3 hingga 0,6% akibat dampak virus corona yang akan menekan perekonomian China.
Hitungan imbas tersebut dilakukan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi China turun hingga 1% pada tahun ini. Apabila baseline Indonesia di 5% hingga 5,3%, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar 4,7 hingga 5%.
Sedangkan perekonomian China bakal tertekan pada kuartal pertama 2020 setelah adanya wabah penyakit yang menyerang pernafasan itu. Padahal, kuartal I berkontribusi 30% kepada keseluruhan pertumbuhan ekonomi China.
Sisi lain, pemerintah menunda pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) dalam menyikapi dampak virus Corona, kendati pemerintah masih mengkaji opsi penundaan pemungutan PPh Pasal 21 dalam menyikapi dampak virus Corona. Berkenaan dengan hal ini pemerintah tengah menginventarisasi berbagai instrumen kebijakan yang mungkin dapat dilakukan dalam menyikapi perubahan situasi terkait virus Corona.
Selain itu, pemerintah akan mengeluarkan stimulus jilid II untuk memitigasi dampak virus corona terhadap ekonomi Indonesia. Pemerintah sudah menyatakan akan menyiapkan sekitar Rp10 triliun untuk mendongkrak ekonomi. Langkah ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi wabah virus Corona terhadap ekonomi Indonesia. Stimulus ini akan terbagi ke beberapa sektor mulai dari pariwisata hingga perumahan.
Sementara itu, sentimen dari eksternal berasal dari Presiden AS Donald Trump yang sangsi dengan angka kematian global akibat virus Corona, termasuk yang disampaikan Trump tidak setuju dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang meyebut angka 3,4% pasien kasus corona yang dilaporkan berujung kematian.
Trump menyatakan bahwa angka kematian akibat virus Corona di bawah 1%. Sementara itu, sekitar 4% populasi manusia di China yang terinfeksi wabah ini diyakini telah meninggal. Sedangkan di beberapa negara lainnya, seperti Italia tingkat kematian hanya 0,5%.
WHO mengatakan bahwa penyebaran wabah corona tidak akan berkurang kendati musim panas datang. Kasus virus Corona di seluruh dunia sudah mencapai sejumlah 102.223 dengan 3.495 korban jiwa. Sementara itu, 57.661 orang mayoritas di China, dinyatakan telah pulih. Korea Selatan, Iran, dan Italia mengantongi kasus terbanyak di luar China. Bahkan, Iran menjadi negara dengan infeksi yang tinggi.
Menurut Suryo, dalam pekan ini sentimen virus corona tetap menjadi perhatian pelaku pasar, karena menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi global. “Hal ini bisa berngaruh bagi perekonomian Indonesia, yang terdampak pada investasi aset berisko. Diperkirakan saham di BEI dengan indeks acuan IHSG masih rawan terkoreksi pada pekan ini,” pungkas dia.