JAKARTA,Cobisnis.com – Awal September ini, pemerintah resmi menaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Berdasarkan hitungan pemerintah, kenaikan harga BBM ini akan menambah inflasi sebesar 1,8 persen dan membuat biaya hidup ikut membengkak. Hal ini berimbas pada pemilik kendaraan
pribadi yang terbiasa menggunakannya untuk bekerja.
Alhasil, ketimbang tetap memaksakan diri menggunakan kendaraan pribadi yang bisa memberatkan kantong, ada baiknya menggunakan transportasi publik seperti TransJakarta, LRT,MRT atau KRL. Selain menghemat anggaran karena tidak harus membeli bensin yang harga lumayan tinggi, mengeluarkan biaya tol, parkir, kita juga bisa mengurangi kemacetan dan polusi udara.
Kemacetan yang parah dan polusi udara akibat padatnya kendaraan bermotor menjadi masalah klasik kota-kota besar, seperti di Jakarta. Mayke Kristika Antony Putri, Analis Perekonomian Subbidang Perkeretaapian, Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Investasi, Sekretariat Kabinet RI mengatakan semakin kompleksnya kemacetan lalu lintas dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan akibat konsumsi BBM secara berlebih memerlukan solusi konkret yang dapat
meminimalkan ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi dan meningkatkan pemanfaatan
transportasi publik.
“Salah satu solusinya yaitu merancang pembangunan kawasan berbasis Transit Oriented Development (TOD). Konsep TOD mengintegrasikan desain ruang kota untuk menyatukan orang, kegiatan, bangunan, dan ruang publik melalui konektivitas yang mudah dengan berjalan kaki ataupun bersepeda serta terintegrasi dengan transportasi publik ke seluruh kota,” kata
Mayke seperti dikutip dari portal setkab.go.id TOD, Konsep Kawasan Berkelanjutan Merujuk Permen Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit, Mayke mengatakan konsep kawasan TOD
merupakan perancangan kota yang berkelanjutan untuk masyarakat dan dapat menjadi salah satu alternatif perancangan kota untuk pertumbuhan perekonomian daerah karena
menggabungkan area hunian dengan komersial.
“Perkembangan kota yang berorientasi TOD berpotensi untuk mengurangi biaya transportasi rumah tangga dan mengatasi permasalahan lingkungan. Prinsip TOD menempatkan sarana komersial, permukiman, perkantoran, fasum dan fasos dalam jarak tempuh yang dekat.
Beberapa negara di Amerika Latin, Jepang, Hongkong dan Singapura sudah menerapkan konsep hunian TOD,” jelas Mayke.
Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) menjelaskan konsep TOD memiliki sejumlah manfaat seperti meningkatnya angka pemakaian transportasi publik sehingga tingkat
kemacetan menurun karena jumlah kendaraan tidak lagi melebihi kapasitas jalan sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan karena penggunaan bahan bakar dan emisi berkurang.
Di Indonesia, Implementasi konsep TOD ini sudah dilakukan pada tahun 2015, ketika jalur Mass Rapid Transit (MRT) pertama kali di bangun di Jakarta, dan berkembang hingga kini ketika Light Rail Transit (LRT) Jabodebek Tahap I dipersiapkan untuk beroperasi secara komersial tahun
depan.
Pemerintah juga bekerjasama dengan stakeholder untuk membuat kawasan TOD degan memaksimalkan pemanfaatan lahan di sekitar stasiun untuk pengembangan properti dengan kepadatan tinggi. Ini diharapkan menjadi jawaban atas masalah kemacetan, polusi udara, dan ekonomi dengan memberikan kemudahaan akses bagi masyarakat yang berada di Jabodebek untuk melakukan aktivitas.
Hunian Berbasis TOD Dilirik
Dalam TOD Forum, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan Jakarta layak disebut sebagai pelopor kawasan berorientasi transit karena kebutuhan Jakarta dalam mengantisipasi kemacetan melalui perbaikan infrastruktur transportasi, adaptasi perubahan iklim melalui penerapan low emission zone, dan pengaturan dan perbaikan tata ruang/ tata bangunan melalui urban regeneration dengan integrasi hunian, tempat kerja dan ruang sosial.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria menambahkan konsep TOD akan bernilai positif dan mendongkrak pendapatan daerah jika disertai pengembangan hunian terjangkau di kawasan TOD, karena akan mendorong
terwujudnya budaya baru, yaitu budaya berjalan kaki, budaya transit, dan budaya yang membuka simpul-simpul di masyarakat.
Hal positif lainnya juga disampaikan oleh Monica Koesnovagril, Director Advisor Services Colliers Indonesia dalam Property Festival CNBC Indonesia, Juni lalu mengatakan, hunian TOD yang terintegrasi dengan infrastruktur transportasi seperti MRT, LRT, KRL membuat penghuninya bisa menghemat banyak waktu sehingga bisa memanfaatkan waktu yang biasanya habis dijalan untuk hal-hal yang lebih baik, seperti berkumpul bersama keluarga dan
teman.
Pengamat Properti, Ali Tranghanda mengatakan, hunian TOD menjadi relevan saat ini karena membuat waktu dan aktivitas masyarakat yang bekerja di kota, menjadi tidak banyak terbuang
di jalan karena macet. Dari sisi pemanfaatan lahan, Ali menilai jika TOD ini merupakan solusi untuk penataan perkotaan karena mengoptimalkan fungsi lahan yang kian terbatas dan mahal,
dengan basis transportasi publik di kawasannya.
“Kalau kota semakin besar, artinya semua penduduk akan ke pinggir wilayah penyangga. Nah,warga penyangga ke Jakarta harus ada transportasi apakah MRT, LRT, ataupun kereta api. Tapi
ketika masuk ke Jakarta dia harus terkoneksi dengan simpul-simpul TOD yang lebih lengkap.
Hunian vertikal TOD seperti itu akan menjadi nilai tambah yang layak diperhitungkan untuk
investasi ke depannya,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin 19 September 2022