JAKARTA, Cobisnis.com – Laporan terbaru dari Bank Dunia yang berjudul “Aspiring Indonesia – Expanding the Middle Class” menunjukan Indonesia tengah mengalami perkembangan sosial ekonomi.
Hampir setengah dari populasi Indonesia, atau lebih tepatnya 114,7 juta orang, kini bergerak menuju kelas menengah. Angka ini mencapai porsi sebesar 44% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2016, yang mencapai 261 juta jiwa. Lonjakan yang mencolok ini menandai transformasi besar dalam struktur sosial dan ekonomi negara ini.
Fenomena ini berimbas pada sektor keuangan, terutama bank digital di Indonesia. Sebagai anggota kelas menengah yang berkembang pesat, individu-individu ini membutuhkan layanan keuangan yang lebih efisien, cepat, dan sesuai dengan kebutuhan modern mereka. Dalam era modern ini, bank digital menjadi solusi yang sangat relevan untuk memenuhi tuntutan finansial dari segmen kelas menengah yang semakin besar ini.
Salah satu bank digital yang terkemuka di Indonesia, BANK AMAR, tidak melewatkan peluang yang terbuka lebar ini. Dengan inovasi terus-menerus dan komitmen untuk memberikan layanan terbaik kepada nasabahnya, BANK AMAR siap memainkan peran kunci dalam mendukung pertumbuhan dan kemakmuran kelas menengah Indonesia.
Apalagi menurut Menurut David Wirawan, Wakil Presiden Senior Keuangan Amar Bank, pertumbuhan kelas menengah itu didominasi kaum muda. “Sebagian besar kaum menengah itu adalah golongan milenial dan z, yang merupakan potensi pasar kita,” ucapnya.
Lebih lanjut David Wirawan menuturkan, saat ini bank tersebut menerima sekitar 400.000 aplikasi kredit setiap bulannya.
“Dengan penuh kehati-hatian, kami mengajak calon nasabah untuk bergabung dengan Amar Bank. Setiap aplikasi yang disetujui pasti akan disambut dengan pembukaan rekening,” katanya kepada Cobisnis dalam acara Outlook Perbankan Digital dan Ekonomi tahun 2024 pada Rabu (6/3/2024).
Selain mencoba mengonversi aplikasi menjadi nasabah aktif, Amar Bank juga mempertimbangkan peluang dengan calon nasabah yang aplikasinya belum disetujui. Strategi ini memungkinkan Amar Bank untuk mengembangkan bisnisnya tanpa terlalu mengandalkan promosi besar-besaran, tetapi lebih pada pelayanan pinjaman yang mereka tawarkan. Perusahaan juga giat dalam upaya edukasi kebiasaan menabung kepada nasabahnya.
David menyatakan bahwa ke depannya, Amar Bank berencana untuk menyediakan alat pelacak pengeluaran yang membantu nasabah dalam mengelola keuangan mereka secara lebih efisien. Dengan adanya alat tersebut, bank digital berharap dapat memberikan nasihat dan strategi pengelolaan dana yang lebih baik, memberikan manfaat yang lebih besar kepada nasabah.
“Jika kami memiliki akses untuk melihat kondisi keuangan nasabah di bank lain, kami akan dapat memberikan wawasan yang berharga,” tambahnya. Dengan demikian, nasabah dapat membuat keputusan untuk menempatkan tabungan mereka di bank yang menawarkan tingkat bunga yang lebih kompetitif.
Bank Amar menargetkan untuk mengumpulkan DPK hingga Rp 300 miliar pada tahun 2024, yang merupakan tiga kali lipat dari jumlah saat ini yang hanya sekitar Rp 90 miliar hingga Rp 100 miliar. Pada sisi lain, Abraham Lumban Batu, Wakil Presiden Senior Perbankan Ritel Amar Bank, mencatat pertumbuhan DPK Bank Amar mencapai 100 persen pada tahun 2023.
Abraham menyatakan bahwa terjadi perubahan perilaku di kalangan generasi Z dan milenial yang mulai sadar akan pentingnya menabung. Untuk menarik lebih banyak nasabah, Amar Bank akan meluncurkan serangkaian kampanye yang menekankan pentingnya menabung. Selain itu, dengan menawarkan suku bunga tabungan yang menarik, diharapkan konsumen akan lebih berhati-hati dalam mengelola keuangannya.
“Sekarang mereka lebih cenderung untuk mempertimbangkan opsi menabung, daripada menghabiskan uang mereka secara impulsif, dengan harapan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari investasi mereka,” jelasnya.
Saat ini, Amar Bank menawarkan suku bunga tabungan hingga 5,5 persen dan suku bunga deposito hingga 9 persen. Hingga kuartal III-2023, Bank Amar mencatat kredit senilai Rp 2,47 triliun, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 15,56 persen. Laba bersih mereka tercatat sebesar Rp 162,17 miliar, dengan pertumbuhan tahunan mencapai 193,81 persen.
Menurut Nailul Huda, seorang ekonom dan Direktur Pusat Ekonomi Digital dari Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios), pertumbuhan DPK selama pandemi dan tahun-tahun sebelumnya cukup signifikan karena konsumen lebih berhati-hati dalam menghabiskan uang mereka.
Namun, ia memperkirakan bahwa kelas menengah kini cenderung untuk meningkatkan konsumsi, sehingga pertumbuhan DPK dapat melambat. “Ini menyebabkan pertumbuhan DPK melambat dibandingkan dengan periode sebelumnya,” tutupnya.
Sebagai informasi tambahan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan DPK industri perbankan hanya mencapai 3,8 persen sepanjang tahun 2023, atau mencapai Rp 8.234,2 triliun. OJK memproyeksikan pertumbuhan DPK pada tahun 2024 akan berada dalam kisaran 6 hingga 8 persen secara tahunan.