JAKARTA,Cobisnis.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku heran dengan anggapan negatif terhadap penyertaan modal negara (PNM) kepada sejumlah perusahaan pelat merah.
Erick menilai pandangan ini tidak tepat, sebab sebenarnya PMN digunakan untuk penyelesaian penugasan proyek negara.
Lebih lanjut, Erick menjelaskan, banyak perusahaan pelat merah yang awalnya mendapat suntikan modal dari negara kemudian melakukan aksi korporasi.
Kata dia, langkah ini guna membuat perusahaan menjadi mandiri sehingga kedepannya tak perlu mendapatkan suntikan dari negara.
“Lalu bagaimana persepsi soal PMN yang selama ini seakan-akan negatif? Padahal 70 persen PMN itu karena penugasan yang harus kita selesaikan dan banyak sekali sekarang aksi korporasi yang dilakukan BUMN. Itu tidak lain untuk mengembangkan dunianya tanpa PMN,” katanya kepada wartawan, Rabu, 14 September.
Menurut Erick, dengan aksi korporasi ini maka nilai PMN hanya 10 persen dari total yang didapatkan.
Erick pun menyinggung kontribusi BUMN selama tiga tahun terakhir yang terus tumbuh Rp1.198 triliun.
Angka ini meningkat sebesar Rp68 triliun dari tiga tahun sebelum hadirnya pandemi COVID-19.
“Keuntungan BUMN sekarang insyaAllah tahun ini naik lagi menjadi Rp144 triliun. Ini hal-hal yang saya rasa, hasil transformasi ini ada,” tuturnya.
Minta Tambahan PMN Rp7,88 Triliun
Sebelumnya, Erick mengatakan, penyertaan modal negara (PMN) untuk perusahaan pelat merah tahun 2023 hanya disetujui senilai Rp41,31 triliun dari yang diusulkan sebesar Rp67,82 triliun.
“Total yang kemarin disetujui itu Rp41,31 triliun. Tetapi kami juga sedang mendorong dan sepertinya ada jalan keluar ada cadangan investasi yang akan diberikan senilai Rp5,7 triliun. Jadi totalnya Rp47 triliun,” kata Erick, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 8 September.
Adapun rinciannya yakni, Hutama Karya (HK) pada usulan rapat kerja sebelumnya mengusulkan Rp30 triliun. Namun, yang disetujui Rp28,90 triliun. Penggunaan anggarannya untuk pengembangan tol Sumatera sampai Jambi.
Kemudian, PMN untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN diusulkan Rp10 triliun. Anggaran ini akan digunakan untuk program listrik masuk desa. PMN yang disetujui sama dengan yang diusulkan.
Selanjutnya, PMN untuk InJourney belum ada keputusan dari jumlah yang usulan PMN yang dibutuhkan senilai Rp7,50 triliun.
Kemudian, PMN untuk IFG senilai Rp6 triliun juga belum ada keputusan persetujuan dana dari nota keuangan alias masih nol.
PMN untuk PT Reasuransi Indonesia Utama diajukan Rp3 triliun. Namun, belum ada persetujuan untuk PMN pelat merah ini. Lalu, PMN untuk Defend ID usulan pertama adalah Rp3 triliun namun yang disetujui Rp1,75 triliun.
Sedangkan PMN untuk ID FOOD diusulkan Rp2 triliun. Namun, belum ada persetujuan PMN untuk Holding BUMN Pangan ini. Begitu juga PMN untuk Damri, belum ada persetujuan. Adapun PMN yang diusulkan untuk Damri sebesar Rp870 miliar.
PMN untuk AirNav sudah disetujui Rp660 miliar dari usulan Rp790 miliar. PMN ini untuk pembaruan alat. Apalagi Indonesia sudah ada kerja sama regional dengan Singapura. Lalu, PMN untuk KAI sebesar Rp4,10 triliun. Namun, belum mendapat keputusan.
Karena ada gap antara PMN yang disetujui dengan yang diusulkan sebesar Rp20,81 triliun, Erick meminta tambahan PMN sebesar Rp7,88 triliun kepada Komisi VI DPR.
“Kami berharap dari komisi VI tetap mendorong yang Rp7,88 triliun. Kalau kita lihat dari dividen pun sebenarnya angkanya kurang lebih Rp7 triliun kenaikannya,” katanya.
Erick lalu memaparkan nominal dan peruntukkan tiap BUMN. Pertama, PT Hutama Karya membutuhkan tambahan Rp1,66 triliun untuk penugasan jalan tol Trans-Sumatera.
Lalu, IFG sebesar Rp6 triliun untuk modal Jamkrindo, Askrindo dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kemudian Reasuransi untuk penguatan kapasitas bisnis perusahaan ditambah Rp3 triliun.
InJourney untuk keperluan beberapa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diajukan tambahan Rp1,4 triliun dan KAI untuk pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebesar Rp1 triliun, serta ID FOOD sebesar Rp520 miliar.