Cobisnis.com – Era Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden diprediksi berdampak besar bagi ekonomi Indonesia, salah satunya Indonesia bakal kebanjiran dana asing. Ekonom Indef Bhima Yudistira menilai sentimen di pasar modal cenderung positif, terlihat dari IHSG terdorong meningkat ke level 6.351 atau naik 0.47%.
“Arus dana asing yang masuk mencapai Rp286 miliar pada sesi pembukaan hari ini,” kata Bhima saat dihubungi awak media, Rabu (20 Januari 2021).
Bhima menambahkan, sementara dolar indeks melemah 0.18% menjadi 90.3. Pelemahan dolar indeks untungkan penguatan kurs negara berkembang khususnya rupiah.
“Biden membawa harapan stimulus ekonomi di AS yang lebih besar akan angkat kinerja ekspor Indonesia. Kemudian meredanya tensi perang dagang juga membawa percepatan pemulihan ekonomi global. Ini yang membuat investor mulai berani masuk ke risk aset seperti saham,” jelas Bhima.
EBT dan Peluang Ekspor
Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, menilai dampak Joe Biden lebih positif karena AS menjadi salah satu negara mitra strategis Indonesia di bidang perdagangan.
“Dimasa resesi ini ekspor Indonesia ke Amerika periode Januari-September 2020 mencapai USD13,51 miliar atau 12,14% dari total ekspor dengan berbagai komoditas andalan. Seperti minyak kelapa sawit, hasil tekstil, hasil laut, kopi, hingga alas kaki,” ujar Sarman dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20 Januari 2021).
Peluang ekspor ke AS diharapkan semakin meningkat dengan jenis komoditi yang lebih luas dengan kualitas produk yang mumpuni sehingga memiliki daya saing yang kuat terhadap komoditi dari negara lain.
“Terlebih didukung kebijakan Pemerintah AS yang telah memperpanjang fasilitas bebas tarif bea masuk untuk lebih 700 produk asal Indonesia ini menjadi peluang emas yang harus dimanfaatkan oleh para eksportir Indonesia,” kata Sarman.
Selain itu, Biden selama musim kampanye kerap menyampaikan program pengurangan penggunaan energi fosil dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan atau ramah lingkungan.
“Artinya bahwa selama kepemimpinan Joe Biden penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi terdepan terlebih dalam susunan Kabinetnya akan mengangkat seorang utusan khusus Presiden AS untuk perubahan iklim, hal ini mengindikasikan bahwa pemakaian energi ramah lingkungan akan semakin ditingkatkan,” jelas Sarman yang juga Komisaris Utama PT Geothermal Energy ini.
Kebijakan ini menjadi momentum bagi Indonesia dalam mempercepat pengembangan energi ramah lingkungan. Sejalan dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) pemerintah yang menetapkan target pemanfaatan EBT sebanyak 23% dalam bauran energi nasional di tahun 2025.
Data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan total pembangkit listrik EBT di Indonesia baru dikisaran kapasitas 10.400 megawat, masih butuh tambahan sebesar 19.000 MW untuk memenuhi target bauran EBT tahun 2025.
Di bidang Energi Panas Bumi atau geothermal Indonesia memiliki potensi sebesar 23,965,5 MW, kapasitas terpasang hingga Desember 2020 baru sebesar 2.130,7 MW dari 16 Pembangkit Linstrik Tenaga Panas Bumi artinya masih besar peluangnya.
“Apalagi Indonesia merupakan Negara ke dua terbesar di Dunia yang memiliki sumber panas bumi setelah AS. Disamping geothermal juga terbuka berinvestasi disektor energi tenaga surya, tenaga bio-massa, bio-energi dan air,” ujarnya.