Cobisnis.com – Sedikitnya 42 persen masyarakat yang disurvei telah melaporkan mengalami beberapa bentuk kekerasan berbasis gender (GBV) selama pandemi COVID-19, menurut sebuah studi yang dilakukan oleh United Nations Development Programme (UNDP) dan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab South East Asia (J-PAL SEA) yang diluncurkan pekan lalu.
Penelitian berjudul “Memahami Kesejahteraan dan Penghidupan Masyarakat Saat Pandemi COVID-19 di Indonesia” ini bertujuan untuk memahami dampak pandemi COVID-19 terhadap kekerasan berbasis gender dan pekerjaan mengasuh anak yang tidak dibayar.
Studi tersebut dilakukan secara online dan melalui wawancara telepon dari Oktober hingga November 2020, kepada lebih dari 1.000 responden di delapan kota. Sekitar 46,5 persen responden adalah perempuan. Responden berasal dari provinsi Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan.
Sementara delapan persen perempuan kehilangan pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, persentase laki-laki yang menganggur lebih tinggi, yaitu 15,2 persen. 53 persen dari responden ini kehilangan pekerjaan karena tekanan ekonomi akibat pandemi.
Perubahan ini juga mempengaruhi kesehatan mental dan menyebabkan konflik keluarga karena terlalu lama dekat satu sama lain selain tekanan pengangguran dan stres.
Pekerjaan mengasuh yang tidak dibayar terdistribusi secara tidak merata di rumah tangga dimana perempuan menghabiskan lebih dari tiga jam untuk mengasuh anak dibandingkan dengan laki-laki yang melakukan pekerjaan yang sama tetapi hanya di bawah dua jam sehari.
“Apresiasi sebesar-besar nya saya berikan kepada UNDP bersama dengan J-PAL yang telah berkontribusi besar dalam penyusunan hasil laporan studi yang sangat berharga dalam situasi krisis yang sangat dinamis ini,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan, I Gusti Ayu Bintang Darmawati.
“Saat ini ketersedian data yang valid dan reliable sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran berbagi pihak akan dampat COVID-19 bagi perempuan serta menjadi dasar pelatakan kebijakan yang berbasis data,” jelasnya.
Pandemi telah menghambat penyediaan layanan bagi para korban GBV. UNDP, pemerintah, dan para mitra kami telah berupaya untuk memastikan kelangsungan penyediaan layanan yang aman bagi para korban GBV. Tetapi respon yang paling efektif terhadap GBV adalah pencegahan. Dan pencegahan adalah fungsi pemberdayaan perempuan.
“Itulah mengapa kita harus memberdayakan perempuan baik di dalam rumah tangga, dan di tempat kerja, formal maupun informal serta memastikan kontribusi mereka kepada masyarakat,” kata Norimasa Shimomura Resident Representative UNDP Indonesia.
Studi tersebut mengkonfirmasi kenyataan bahwa perempuan terdampak secara tidak proporsional oleh situasi seperti pandemi, terutama dalam pekerjaan dan tugas mengasuh anak.
“Saya harap studi ini dapat berfungsi sebagai landasan untuk diskusi dan pengembangan kebijakan guna mengatasi beberapa kendala yang ditemukan selama penelitian kami,” kata kepala penelitian Prani Sastiono, Wakil Kepala Grup Kajian Ekonomi Digital dan Ekonomi Tingah Laku, LPEM FEB UI..
Studi tersebut juga menyimpulkan tidak ada perbedaan gender yang signifikan dalam hal pelecehan untuk semua jenis kekerasan. Responden perempuan dan laki-laki menyebutkan situasi keuangan, pengangguran dan kebutuhan untuk meluangkan waktu membantu anak-anak dengan pekerjaan sekolah mereka sebagai alasan kekerasan berbasis gender.
Responden perempuan melaporkan masalah terkait pekerjaan rumah tangga sebagai salah satu penyebabnya, sedangkan laki-laki melaporkan beban kerja yang berat dan jam kerja yang panjang sebagai alasan terjadinya kekerasan.