JAKARTA, Cobisnis.com – Kabar mengejutkan dari Kementerian Keuangan, dimana kementerian yang dikomandani Sri Mulyani itu membebastugaskan Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta, Jawa Barat, Rahmat Effendy Hutahaean (REH).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menuturkan hal itu dilakukan usai pemeriksaan internal Kemenkeu menemukan dua indikasi. Penyalahgunaan wewenang, dan benturan kepentingan.
“Dari hasil pemeriksaan internal kami, setidaknya didapati ada indikasi benturan kepentingan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang,” ujar Nirwala melalui keterangan resmi, Senin (13/5).
Pencopotan REH sejak 9 Mei 2024 itu diapresiasi pengacara Andreas. Ia menilai itu menjadi momentum Sri Mulyani untuk membersihkan jajarannya yang kasusnya belakangan banyak terungkap.
“Kami mengapresiasi kinerja dari Kementerian Keuangan (yang telah membebastugaskan REH), namun di samping itu, saya rasa ini juga momen yang tepat buat Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan untuk bersih-bersih di jajarannya seperti yang dilakukan 1-2 tahun terakhir ini. Bukan hanya sekedar hukuman administratif, tapi harus diselidiki (aliran) uang ini kemana dan di mana,” kata Andreas di kantor Kemenkeu, Senin (13/5).
Andreas dari Eternity Global Law Firm adalah kuasa hukum pengusaha Wijanyo Tirtasana. Rupanya perselisihan hukum dengan klien Andreas itulah yang menjadi alasan utama dicopotnya REH.
Saat itu Andreas mendatangi Inspektorat Jenderal Kemenkeu untuk menyerahkan surat laporan. Andreas mengatakan REH memiliki harta jumlahnya lebih dari yang dilaporkan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Menurut Andreas, pelaporan ke Itjen itu sebagai pelengkap laporan yang telah ia sampaikan ke KPK pada 22 April lalu terkait kejanggalan LHKPN Rahmady.
Bahkan, ia mengklaim laporan ke Itjen Kemenkeu ini juga sebagai pelengkap terhadap surat yang ia sampaikan langsung ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Meski ia tak mengungkap kapan surat itu disampaikan ke Sri Mulyani.
“Kami follow up surat kami yang pernah kami kirim ke Bu Menkeu hari ini, kami masukkan surat ke Itjen Kemenkeu untuk perkara yang kami laporkan di KPK,” ucap Andreas
Masalah REH dengan klien Andreas bermula pada 2017. Dimana REH meminjamkan uang kepada kliennya, Wijanto Tirtasana, sebesar Rp7 miliar. Padahal, harta REH yang tercatat di LHKPN saat itu hanya sekitar Rp3 miliar.
Uang itu kata dia tercermin di dalam LHKPN Rahmady, sehingga menjadi kewajiban kliennya untuk mempertanyakan harta kekayaan pejabat negara yang janggal.
“Jadi ini sebenarnya (masalah) personal, biarlah ranah hukum itu berjalan tetapi kami sekali lagi kuasa hukum setelah memegang perkara ini kami melihat ada kejanggalan dan sebagai warga negara yang baik kami melaporkan,” tutur Andreas.
“Karena kan negara meminta kepada masyarakat yang mengetahui adanya dugaan tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme, dan tindak pindana pencucian uang laporkan kepada negara, inilah tindakan kami untuk menyuarakan suara rakyat,” tegasnya.
Andreas juga menyinggung adanya dugaan tindak pidana pencucian uang atau TPPU yang dilakukan Rahmady beserta keluarganya. Sebab, dalam masalah bisnis dengan kliennya itu turut melibatkan istri Rahmady yang ia klaim memiliki perusahaan.
Selain itu, Andreas mempertanyakan oknum militer yang menemani REH saat melakukan penagihan dan intimidasi ke rumah kliennya.
“Apa kepentingan seorang pejabat Bea Cukai Utama yang tidak bertugas dan dikawal militer?” kata Andreas.