JAKARTA, Cobisnis.com – Tren para investor saat ini kian mempertimbangkan aspek Environment, Social, dan Governance (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola – ESG) dalam membuat keputusan bisnis.
Karena itu pemerintah, akademisi, dan badan otoritas harus mengedukasi organisasi bisnis lainnya. Tujuannya untuk dapat beradaptasi dan mendorong perubahan sistemik yang diperlukan.
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan keuangan berkelanjutan sangat harus terus dibahas karena para pemimpin dunia baru saja kembali dari UN Climate Change Conference of the Parties atau COP26 yang baru saja diadakan di Glasgow. “Seperti yang kita semua tahu, peristiwa cuaca ekstrem terkait dengan perubahan iklim, termasuk gelombang panas, banjir dan kebakaran hutan, saat ini semakin intensif. Setiap peningkatan suhu global akan menyebabkan peningkatan korban jiwa, mata pencaharian dan kerusakan ekosistem. Satu dekade terakhir adalah yang terpanas dalam catatan sejarah dan pemerintahan dunia setuju bahwa tindakan bersama sangat diperlukan,” ujar Sri Mulyani di Jakarta (29/11/2021).
Menurutnya Indonesia memiliki peran penting terkait dengan kebijakan iklim. Saat ini Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai emisi nol bersih paling lama tahun 2060, serta target bersyarat untuk menghentikan penggunaan batubara secara bertahap paling lama tahun 2040. “Sementara sumber energi campuran masih bergantung pada batu bara, kami berkomitmen untuk tidak menambah pembangkit listrik tenaga batu bara baru untuk mencapai carbon net sink pada tahun 2030. Hal ini sangat penting karena sektor ini menyumbang 60% dari emisi Indonesia,” tambah Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menyebutkan peranan pemerintah Indonesia yang baru-baru ini menetapkan penerapan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), telah berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan yang sejalan dengan UN SDG.
“Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan implementasi ESG dalam bisnis dan perekonomian Indonesia. Kebijakan ini juga bertujuan untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional – NDC) pada tahun 2030, mengurangi 29 persen emisi gas rumah kaca secara mandiri dan 41 persen dengan dukungan internasional,” katanya.
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati menambahkan, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia akan menjadi tuan rumah Presidensi G20 pada 2022 nanti.
Penyerahan estafet G20 Presidensi Indonesia 2022 telah dilakukan melalui konferensi pers bersama di Rome Summit pada 30-31 Oktober 2021 lalu, dari Presidensi 2021 Italia.
“Ke depan, Indonesia harus memainkan peran penting selama Presidensi G20. Indonesia telah menetapkan tema Presidensi G20: Recover Together, Recover Stronger, mencerminkan harapan dan kesiapan Indonesia untuk berpartisipasi dalam kemitraan global untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19 dan sekaligus meningkatkan kepercayaan secara global,” katanya.
Rektor Universitas Katolik Parahyangan Mangadar Situmorang, mengatakan, saat ini, para pemimpin dunia terutama yang berada di bawah negara-negara G20 dan organisasi dan lembaga internasional terus mengambil inisiatif dan berusaha untuk menemukan solusi yang efektif di tingkat nasional, bilateral, trilateral atau multilateral. Hal ini sangat patut dihargai dan hasil positifnya sangat diharapkan. “Dalam konteks inilah konferensi internasional yang digagas dan diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), dan Universitas Katolik Parahyangan harus dipandang secara setara, relevan, dan signifikan dengan yang dilakukan oleh para pemimpin politik dunia,” ujar Mangadar.