Cobisnis.com – Asian Farmers Association for Sustainable Rural Development (AFA) menyatakan pandemi Covid-19 merupakan alarm bagi sistem pangan sekaligus penegasan betapa pentingnya peran kelompok petani kecil dalam menangani pandemi serta membantu masyarakat dalam mengatasi isu kelaparan dan kemiskinan.
Hal ini terungkap dalam forum regional bertajuk “Mengupayakan Pertanian Keluarga yang Berkelanjutan Melalui Pendekatan Inklusif” yang berlangsung di Manila, Filipina, Selasa (6-8 Oktober 2020).
Forum juga membahas bagaimana kelompok keluarga petani harus diakui sebagai garda terdepan bagi pembangunan berkelanjutan. Kolaborasi dari bawah ke atas dan inklusif, dengan berbagai pemangku kepentingan antara kelompok petani kecil, mitra swasta, dan pemerintah harus dapat memastikan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan dan tangguh.
Termasuk diantaranya mengamankan hak atas tanah bagi keluarga petani, mengamankan akses ke sumberdaya produktif, mengubah sistem pangan, dan melindungi hak petani perempuan.
“Forum ini bertujuan untuk menjaga momentum kemitraan dalam mencapai tata kelola pertanahan yang berpusat pada masyarakat dan pertanian yang berkelanjutan di seluruh Asia, (caranya) melalui pembangunan solidaritas di antara gerakan petani di Asia,” kata Esther Penunia, Perwakilan Asian Farmers Association for Sustainable Rural Development (AFA), dalam siaran pers yang diterima Cobisnis.com, Rabu (7 Oktober 2020).
Kolaborasi Multi-Aktor
Peran United Nations Decade of Family Farming (UNDFF) turut mendapat sorotan, khususnya dalam memajukan kesejahteraan petani kecil dan mengidentifikasi cara agar kelompok petani dapat terlibat di platform advokasi global seperti di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Situasi pertanian kecil di Asia menjadi perhatian, terutama peran petani dalam merumuskan kebijakan, hak atas tanah, dan penerapan praktik pertanian berkelanjutan.
Pandemi Covid-19 juga dibahas sebagai peringatan pada sistem pangan. Di Asia, meskipun petani kecil menghasilkan sebagian besar pangan dunia, mereka tetap tidak memiliki kendali atas keamanan lahan dan ketahanan pangan.
Selain itu, kebijakan pemerintah untuk memastikan ketahanan pangan di masa Covid-19 cenderung parsial, gagal mempertimbangkan peran kunci yang dimainkan petani kecil untuk mempromosikan sistem pangan yang berkelanjutan, tangguh, dan beragam.
“Mengamankan hak atas tanah dan sumber daya alam bagi masyarakat yang tidak memiliki tanah, baik bagi masyarakat adat, komunitas peternak pastoral, kelompok tani, perempuan, dan pemuda lebih relevan di saat sekarang dibanding tahun sebelumnya,” kata Anthony Marzan dari People’s Campaign for Agrarian Reform Network (AR Now!).
Saurlin Siagian, Koordinator Regional International Land Coalition Asia (ILC Asia), mengatakan forum ini ingin mempromosikan kolaborasi multi-aktor dalam memperkuat pertanian kecil melalui agenda dan kebijakan, terutama untuk memperkuat suara petani kecil, peternak tradisional, masyarakat adat dan komunitas lokal agar suara mereka terdengar dalam agenda global seperti UNDFF dan Food Systems Summit (FSS).
“Kami juga akan membahas pelanggaran hak asasi petani kecil dan aktivis, serta meningkatnya kasus perampasan lahan di Asia selama pandemi Covid-19. Rekomendasi dan solusi yang dibahas di sini akan disampaikan kepada badan-badan pemerintah dan pembuat kebijakan di seluruh kawasan,” ujar Saurlin Siagian.
Forum regional ini akan berlanjut hingga Kamis, 8 Oktober 2020, yang akan fokus pada strategi, pelajaran utama, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan dan implementasi kebijakan pertanian berkelanjutan. Kemudian isu-isu yang bersinggungan dengan pertanian keluarga dan sistem pangan, seperti tentang aktivis hak atas tanah, pengetahuan masyarakat adat, dan jaminan hak atas tanah bagi perempuan.