JAKARTA, Cobisnis.com – Studi terbaru Climate Policy Initiative (CPI) mengatakan bisnis efisiensi energi di Indonesia membutuhkan dukungan penuh Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian ESDM. Hal ini diperlukan demi akselerasi bisnis efisiensi energi di tanah air.
“Peningkatan efisiensi energi akan mendukung pemulihan ekonomi negara melalui penciptaan lapangan kerja serta peningkatan daya saing di sektor industri dan komersial. Itu sesuatu yang berharga bagi setiap negara yang sedang berjuang melawan dampak pandemi COVID-19, termasuk Indonesia,” ujar Analis CPI Muhammad Zeki di Jakarta (29/11/2021).
Menurutnya perusahaan jasa energi atau Energy Service Companies (ESCOs) masih tergolong kecil di Indonesia dan sulit memperoleh pendanaan dari bank.
Model bisnis saat ini haruslah ditingkatkan untuk dapat mempercepat pengembangan efisiensi energi. “Sayangnya, model bisnis yang sudah ada saat ini masih gagal untuk dapat mengatasi tantangan pasar. Misalnya, model penghematan bersama yang direkomendasikan untuk klien kecil. Model ini belum berhasil diimplementasikan mengingat situasi
ESCOs yang masih tergolong kecil di Indonesia, sehingga sulit untuk memperoleh pendanaan dari bank,” jelasnya.
Di sisi lain, model penghematan terjamin malah menempatkan klien atau pemilik fasilitas pada posisi yang berisiko karena mereka harus menanggung risiko utang dari bank. Hal ini juga ditambah dengan kurangnya kepercayaan terhadap kapasitas dan kapabilitas ESCOs.
Karena itu dukungan OJK dan Kementerian ESDM dibutuhkan khususnya untuk pengurangan bunga pinjaman bank. Kemudian implementasi langkah-langkah berupa insentif atau disentif. “Kemudian perluasan pasar melalui penegakan efisiensi energi secara wajib atau mekanisme berbasis pasar. Seperti perdagangan kredit penghematan energi,” katanya.
Associate Director CPI Tiza Mafira,
menegaskan, perbaikan model bisnis dan perjanjian kontrak dapat memberikan sejumlah keuntungan dalam mengelola tantangan di sektor bisnis efisiensi energi. Namun, model ini
tidak dapat mengatasi risiko yang berkaitan dengan regulasi. “Sehubungan dengan hal tersebut, kami percaya bahwa Indonesia masih membutuhkan regulasi yang stabil dan andal untuk bisa terus tumbuh serta mendukung sektor bisnis efisiensi energi tanah air,” ujar Tiza menimpali.